Kamis 28 Jan 2021 22:12 WIB

WHO: Terlalu Dini untuk Longgarkan Penguncian di Eropa

Tingkat penularan Covid 19 di Eropa masih tinggi.

Penghuni panti jompo berusia sembilan puluh dua tahun Gertrud Vogel mendapatkan suntikan vaksin COVID-19 di Cologne, Jerman, Minggu, 27 Desember 2020. Pengiriman pertama vaksin virus corona yang dikembangkan oleh BioNTech dan Pfizer telah tiba di seluruh Uni Eropa , dan pihak berwenang mulai memvaksinasi orang yang paling rentan dalam upaya terkoordinasi pada hari Minggu.
Foto: AP/Martin Meissner
Penghuni panti jompo berusia sembilan puluh dua tahun Gertrud Vogel mendapatkan suntikan vaksin COVID-19 di Cologne, Jerman, Minggu, 27 Desember 2020. Pengiriman pertama vaksin virus corona yang dikembangkan oleh BioNTech dan Pfizer telah tiba di seluruh Uni Eropa , dan pihak berwenang mulai memvaksinasi orang yang paling rentan dalam upaya terkoordinasi pada hari Minggu.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Direktur Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk Kawasan Eropa Hans Kluge pada Kamis mengatakan tingkat penularan Covid-19 di Eropa masih sangat tinggi. Kondisi itu membuat layanan kesehatan begitu kewalahan. Oleh karenanya terlalu dini untuk melonggarkan penguncian.

"Kita perlu bersabar, perlu waktu untuk melakukan vaksinasi. Kita sudah pernah memetik pelajaran yang berharga - membuka dan menutup, dan membuka kembali pembatasan sosial bagi (masyarakat) secara terburu-buru merupakan strategi buruk dalam upaya mencegah penularan virus corona," katanya saat konferensi daring.

Baca Juga

"Tingkat penularan di seluruh Eropa masih sangat tinggi, yang berdampak pada sistem kesehatan dan menyebabkan layanan kesehatan kewalahan, sehingga terlalu dini untuk berleha-leha," kata Kluge.

Dia menyebutkan bahwa sebanyak 35 negara di Eropa telah meluncurkan program vaksinasi dengan pemberian 25 juta dosis vaksin hingga kini.

Vaksin ini telah menunjukkan keampuhan dan keamanan semua harapkan. "Kerja keras luar biasa ini akan menghilangkan tekanan terhadap sistem kesehatan kita dan pastinya menyelamatkan nyawa."

Kluge mengatakan tingkat penularan yang masih tinggi dan kemunculan varian baru Cobif-19 membuat upaya vaksinasi kelompok prioritas menjadi hal yang mendesak. Namun ia juga menilai bahwa tingkat produksi dan distribusi vaksin sejauh ini belum memenuhi harapan.

"Paradoks ini, di mana masyarakat merasakan ada akhir (pandemi) dengan adanyavaksin, tetapi pada saat yang sama, mereka diminta untuk mematuhi aturan pembatasan dalam menghadapi ancaman baru. Hal ini menyebabkan ketegangan, kecemasan, kelelahan dan kebingungan. Ini dapat dipahami sepenuhnya dalam kondisi saat ini," ujar Kluge.

sumber : Reuters/antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement