Selasa 27 Oct 2020 12:21 WIB

Eropa Bersiap Hadapi Bulan-Bulan yang Sulit

Munculnya klaster baru Covid-19 di berbagai negara membuat suram bulan-bulan ke depan

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
Perusahaan farmasi asal Inggris, AstraZeneca
Foto: pharmafile.com
Perusahaan farmasi asal Inggris, AstraZeneca

REPUBLIKA.CO.ID, MILAN -- Pemimpin-pemimpin Eropa memperingatkan bulan-bulan sulit yang akan datang. Hal ini menyusul semakin meningkatnya jumlah kasus infeksi Covid-19 yang memaksa mereka memperketat kembali peraturan pembatasan sosial untuk menahan laju penyebaran virus.

Kabar vaksin Covid-19 yang dikembangkan University of Oxford dan AstraZeneca memproduksi imun pada orang lanjut usia dan dewasa muda menjadi berita baik. Namun, Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock memperingatkan vaksin tidak akan tersedia luas hingga tahun depan.

"Kami belum sampai dalam tahap itu," kata Hancock, Senin (26/10).

Munculnya klaster-klaster baru Covid-19 di berbagai negara membuat suram bulan-bulan ke depan. Pada Sabtu (24/10) lalu untuk pertama kalinya jumlah kasus baru Covid-19 di Prancis bertambah 50 ribu lebih dalam satu hari.

Sementara jumlah total kasus kematian terkait Covid-19  di Eropa tembus lebih dari 250 ribu. Pemerintah negara-negara Eropa berusaha menghindari karantina total yang sempat diberlakukan awal tahun ini. Alasannya, kebijakan itu menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat besar. Namun, meningkatnya angka kasus harian memaksa mereka untuk mengendalikan penyebaran virus.

"Kami menghadapi bulan-bulan yang sangat sulit," kata Kanselir Jerman dalam pertemuan dengan pemimpin Partai Kristen Demokrasi, seperti dikutip harian Bild.

Walaupun nasib Jerman relatif lebih baik dibandingkan negara-negara Eropa lainnya tetapi angka penularan di negara itu juga meningkat tajam. Indek iklim bisnis Ifo menunjukkan pasar mulai menunjukkan kekhawatiran mengenai meningkatnya jumlah kasus baru.

Wabah baru mempengaruhi pasar finansial, di mana harga minyak jatuh. Setelah permintaan dan pasar saham juga jatuh.

Di Spanyol yang telah mengkonfirmasi lebih dari 1 juta kasus infeksi, Perdana Menteri Pedro Sanchez memperingatkan negara itu akan menghadapi situasi 'ekstrem'.

Ia mengumumkan masa darurat nasional pada Ahad (25/10) kemarin. Sanchez memberlakukan jam lama dan di sejumlah kasus melarang perjalanan antar kota.

Italia yang menjadi negara paling terdampak di awal pandemi juga memperketat kembali peraturan pembatasan sosial. Mereka meminta restoran dan bar sudah tutup pada pukul 18.00.

Italia juga menutup kembali bioskop dan gym serta memberlakukan jam malam di sejumlah wilayah. Akhir pekan lalu terjadi bentrokan dalam unjuk rasa menentang pengetatan pembatasan peraturan sosial.

Pemilik restoran dan kelompok-kelompok usaha juga mengkritik kebijakan tersebut. Hal ini menambah tekanan yang dihadapi Perdana Menteri Giuseppe Conte.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement