Rabu 30 Nov 2022 00:10 WIB

Beijing dan Shanghai di Bawah Pengamanan Ketat Usai Aksi Protes Warga

Massa merencanakan protes pada Senin tetapi itu tidak terwujud.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Friska Yolandha
 Para pelayat memegang lembaran kertas kosong saat berjaga untuk para korban kebijakan nol-COVID China dan korban kebakaran Urumqi di Hong Kong, China, 28 November 2022. Protes terhadap pembatasan COVID-19 China yang ketat telah meletus di berbagai kota termasuk Beijing dan Shanghai, dipicu oleh kebakaran menara yang menewaskan 10 orang di ibu kota Xinjiang, Urumqi.
Foto: FAVRE EPA-EFE/JEROME
Para pelayat memegang lembaran kertas kosong saat berjaga untuk para korban kebijakan nol-COVID China dan korban kebakaran Urumqi di Hong Kong, China, 28 November 2022. Protes terhadap pembatasan COVID-19 China yang ketat telah meletus di berbagai kota termasuk Beijing dan Shanghai, dipicu oleh kebakaran menara yang menewaskan 10 orang di ibu kota Xinjiang, Urumqi.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Kota-kota besar China seperti Beijing dan Shanghai berada di bawah pengamanan ketat pihak kepolisian China hingga Selasa (29/11/2022) usai aksi unjuk rasa. Selama akhir pekan lalu massa menuntut diakhirinya karantina wilayah atau lockdown Covid-19 ketat di bawah kebijakan nol-Covid pemerintah pusat.

Massa merencanakan protes pada Senin (28/11/2022) malam, namun hal tersebut tidak terwujud di Beijing maupun Shanghai karena kehadiran polisi. Tim polisi dengan ratusan kendaraan dan petugas berpatroli di jalan-jalan tempat aksi protes dimulai akhir pekan lalu.

Baca Juga

"Benar-benar menakutkan (sejumlah besar petugas polisi di jalanan)," kata warga Beijing Philip Qin (22 tahun). Penduduk mengatakan polisi telah meminta telepon kepada orang-orang yang melewati daerah itu untuk memeriksa apakah mereka memiliki jaringan pribadi virtual (VPN) dan aplikasi Telegram, yang telah digunakan oleh pengunjuk rasa.

VPN ilegal bagi kebanyakan orang di China, sedangkan aplikasi Telegram diblokir dari internet China. Satu bus penuh demonstran dibawa pergi oleh polisi selama protes Ahad malam di Shanghai.

Pada Selasa di Shanghai, staf bar mengatakan, mereka diperintahkan untuk tutup pada pukul 22.00 dalam rangka apa yang dikatakan pihak berwenang "pengendalian penyakit." Sekelompok kecil petugas juga terlihat dikerahkan ke pintu keluar metro di dekat lokasi protes.

Sepanjang Senin, koresponden kantor berita AFP melihat petugas menahan empat orang, kemudian membebaskan satu orang. Tercatat 12 mobil polisi dalam jarak 100 m di sepanjang jalan Wulumuqi di Shanghai, titik fokus unjuk rasa Ahad. Terlepas dari pengerahan polisi yang luar biasa, rasa frustasi dengan nol-Covid tetap terasa di antara para warganya.

"Kebijakan (nol-Covid) sekarang? Mereka terlalu ketat. Mereka membunuh lebih banyak orang daripada Covid," kata seorang pejalan kaki berusia 17 tahun yang tidak mau disebutkan namanya, dikutip laman Channel News Asia, Selasa. Ia mengaku bahwa dirinya dikelilingi oleh polisi saat melewati kawasan tersebut.

Sejak awal wabah di Wuhan, para pemimpin China berkomitmen untuk mewujudkan nol-Covid. Hal ini memaksa pemerintah daerah untuk memberlakukan lockdown secepat kilat dan perintah karantina, serta membatasi kebebasan bergerak sebagai tanggapan atas bahkan hanya beberapa kasus Covid-19.

Aksi protes massa selama akhir pekan dipicu oleh kebakaran di Urumqi yang menewaskan 10 orang. Warga menyalahkan tindakan lockdown ketat menghambat upaya penyelamatan orang di gedung yang terbakar, meski para pejabat telah membantah tuduhan itu.

Kendati begitu, pemerintah daerah dikatakan bakal mengambil langkah-langkah untuk melonggarkan beberapa peraturan demi meredam kerusuhan. Seorang pejabat di Urumqi mengatakan pada Selasa bahwa kota itu akan memberikan pembayaran satu kali sebesar 300 yuan kepada setiap orang dengan penghasilan rendah atau tanpa pendapatan. Pemerintah kota Urumqi juga mengumumkan pembebasan sewa lima bulan untuk beberapa rumah tangga.

"Beijing telah melarang praktik memblokir gerbang bangunan di kompleks perumahan yang tertutup," kata kantor berita resmi Xinhua, Ahad lalu. Praktik tersebut memang memicu kemarahan publik karena warga terkunci di rumah meski hanya ada sedikit kasus Covid-19 terdeteksi.

Komentator media pemerintah, Hu Xijin, dari tabloid Global Times menyarankan bahwa kendali Covid seharusnya dapat lebih dilonggarkan. Maka dengan begitu, publik akan segera tenang menghadapinya.

"Saya dapat memberikan prediksi mutlak: China tidak akan menjadi kacau atau lepas kendali," kata Hu Xijin. "China mungkin keluar dari bayang-bayang Covid-19 lebih cepat dari yang diperkirakan," tukasnya.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement