Senin 08 Aug 2022 10:41 WIB

Bangladesh Minta Bantuan China untuk Pulangkan Pengungsi Rohingya

Meskipun ada upaya untuk mengirim pengungsi Rohingya kembali, mereka menolaknya.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Pengungsi Rohingya mengantre untuk mendapatkan bantuan di Cox
Foto: REUTERS/Cathal McNaughton
Pengungsi Rohingya mengantre untuk mendapatkan bantuan di Cox

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Bangladesh pada Ahad (7/8/2022)  meminta bantuan China untuk memulangkan pengungsi Rohingya ke Myanmar. Permintaan ini disampaikan selama kunjungan Menteri Luar Negeri Wang Yi ke Dhaka, yang menjanjikan hubungan perdagangan, investasi, dan dukungan lebih baik untuk pembangunan infrastruktur Bangladesg.

China telah menggunakan pengaruhnya di Myanmar untuk menengahi kesepakatan pada November 2017, terkait pemulangan pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari penganiayaan militer Myanmar pada Agustus 2017. Meskipun ada upaya untuk mengirim mereka kembali, para pengungsi menolaknya. Mereka takut akan terjadi bahaya di Myanmar, yang diperburuk oleh kudeta militer tahun lalu.

Baca Juga

Wang tiba di Dhaka pada Sabtu (6/8/2022) malam dan bertemu dengan Perdana Menteri Sheikh Hasina dan Menteri Luar Negeri A.K. Abdul Momen. Menteri muda Bangladesh untuk Urusan Luar Negeri, Shahriar Alam, mengatakan, mereka membahas masalah bilateral dan global.

Dalam pertemuan itu, China berjanji untuk berupaya menyelesaikan krisis Rohingya. Wang mengatakan, tantangan internal di Myanmar tidak hanya meresahkan Bangladesh tetapi juga negara-negara lain.

“Menteri luar negeri kami dengan tegas menegaskan bahwa kerja sama dengan China diperlukan. China telah berkembang dalam menyelesaikan masalah Rohingya dan kami membutuhkan situasi untuk segera diakhiri,” kata Alam.

Wang menyatakan kepada Hasina bahwa China menganggap Bangladesh sebagai mitra pembangunan strategis dan berkomitmen untuk terus memberikan dukungan. Alam mengatakan bahwa, Wang setuju untuk memperluas manfaat perdagangan dengan meningkatkan akses bebas bea produk dan layanan Bangladesh ke pasar China hingga 99 persen.

“Ini adalah kabar baik bagi Bangladesh karena kami memiliki ekonomi yang berkembang berdasarkan ekspor. Kami sudah memiliki akses bebas bea untuk 98 persen barang yang diekspor ke China. Dua persen sisanya sangat penting dan sensitif. Sekarang mereka telah menawarkan satu persen lagi mulai 1 September,” kata Alam.

Alam menambahkan, keuntungan pajak baru kemungkinan akan mencakup garmen, tenun, dan produk lain yang sebelumnya menghadapi beberapa hambatan. Dia mengatakan Bangladesh akan segera mendapatkan daftar dari China tentang produk dan layanan yang akan mendapatkan akses bebas bea.

Alam menambahkan, Wang menjelaskan kepada menteri luar negeri Bangladesh bahwa “beberapa negara salah paham dan salah menafsirkan” China. Namun Alam tidak menguraikan pernyataan Wang lebih lanjut.

Pada Ahad (7/8/2022), Bangladesh dan China menandatangani atau memperbarui empat perjanjian dan nota kesepahaman tentang manajemen bencana, infrastruktur dan pertukaran budaya.

Duta Besar Bangladesh di Beijing, Munshi Faiz Ahmad, mengatakan, kunjungan Wang sangat signifikan bagi kedua negara. Terutama untuk menyelesaikan krisis Rohingya.

“Untuk menyelesaikan krisis Rohingya, Bangladesh membutuhkan dukungan dari China. Kunjungan ini akan membantu memperkuat hubungan bilateral,” kata Ahmad kepada The Associated Press.

“Bagi kami, China sangat penting.  Kita juga perlu menjaga hubungan baik dengan India dan Amerika Serikat karena mereka juga merupakan mitra pembangunan yang sangat penting bagi Bangladesh. Tidak ada yang perlu ditakutkan karena hubungan dekat Bangladesh dengan China,” ujar Ahmad menambahkan.

Kantor United News of Bangladesh melaporkan, Wang juga berjanji untuk berdiri di samping Bangladesh dalam semua masalah di forum internasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement