Selasa 01 Dec 2020 21:42 WIB

Malaysia Tuntut Pabrik Top Glove Usai Pekerja Tertular Covid

Pabrik Top Glove diduga tidak memenuhi aturan kesejahteraan pekerja

Red: Nur Aini
 Karyawan Top Glove menunggu giliran untuk diantar ke rumah sakit menyusul temuan kasus Covid-19 di pabrik sarung tangan tersebut, Selasa (24/11).
Foto: EPA
Karyawan Top Glove menunggu giliran untuk diantar ke rumah sakit menyusul temuan kasus Covid-19 di pabrik sarung tangan tersebut, Selasa (24/11).

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Otoritas di Malaysia pada Selasa (1/12) mengatakan pihaknya telah membuka penyelidikan dan akan menempuh jalur hukum untuk menuntut Top Glove Corp, perusahaan pembuat sarung tangan terbesar di negara tersebut.

Langkah hukum itu ditempuh karena perusahaan diduga tidak memenuhi aturan yang standar untuk kesejahteraan pekerja, salah satunya menyediakan asrama atau tempat tinggal layak huni untuk pekerja pabrik.

Baca Juga

Departemen Tenaga Kerja, badan yang berada di bawah Kementerian Sumber Daya Manusia, mengatakan penyelidikan telah dimulai sejak minggu lalu di kantor-kantor milik Top Gloves di lima negara bagian. Pemerintah menyelidiki kelayakan asrama yang disediakan perusahaan untuk para pekerja.

Setidaknya ada 19 penyelidikan yang telah dimulai oleh pemerintah. Departemen Ketenagakerjaan Malaysia menyampaikan ada beberapa pelanggaran aturan yang diduga dilakukan oleh Top Glove. Namun, pihak departemen tidak menyebut jumlah tuntutan yang kemungkinan akan ditujukan ke perusahaan tersebut.

Departemen Ketenagakerjaan mengatakan penyelidikan itu didorong oleh wabah Covid-19 yang ditemukan di sebuah pabrik milik Top Glove yang berada di dalam kawasan industri dekat Kuala Lumpur bulan lalu. Penyelidik menemukan asrama buruh pabrik terlampau padat, tidak layak, dan tidak memiliki sirkulasi udara yang lancar. Tidak hanya itu, asrama buruh juga tidak dilengkapi dengan dapur dan tempat istirahat dalam jumlah yang memadai, kata Direktur Jenderal Departemen Ketenagakerjaan Peninsular Malaysia, Asri Ab Rahman.

Ia mengatakan tuntutan akan segera ditujukan ke Top Glove dan pemerintah akan terus menggelar operasi penyelidikan semacam itu secara berkala.

"Ada desakan dari dalam kementerian dan tekanan dari dalam departemen bahwa kami harus memastikan asrama para pekerja tidak menjadi sumber penyebaran penyakit dan (tidak layaknya asrama pekerja, red) bukan alasan negara ini dituduh membiarkan pekerja paksa," kata dia.

Malaysia secara bertahap menutup beberapa pabrik Top Glove sejak minggu lalu untuk proses pelacakan dan karantina terhadap para pekerja yang terkonfirmasi positif Covid-19. Otoritas di Malaysia memberlakukan pembatasan aktivitas sejak 14 November di beberapa daerah tempat pabrik dan asrama pekerja berdiri. Aturan itu telah diperpanjang sampai 14 Desember.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement