Selasa 27 Oct 2020 16:03 WIB

Hong Kong Minta Bantuan China

Pemimpin Hong Kong akan melakukan kunjungan kerja ke Beijing.

 Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam.
Foto: AP/Kin Cheung
Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam.

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Pemimpin Hong Kong Carrie Lam akan melakukan kunjungan tiga hari ke Beijing untuk membahas rencana menghidupkan kembali ekonomi pusat keuangan global itu yang telah terpukul oleh pandemi Covid-19 dan protes anti pemerintah. Berbicara dalam pengarahan mingguan bagi media pada Selasa, Lam mengatakan, ia akan berangkat pada 3 November ke Shenzhen. Di kota itu, ia akan menjalani tes virus corona sebelum menuju Beijing.

"Perjalanan saya ke Beijing kali ini semata-mata untuk misi ekonomi mengingat situasi ekonomi yang tentu sangat serius di Hong Kong," kata dia.

Baca Juga

"Kami membutuhkan lebih banyak tindakan dukungan dari China daratan, terutama mengingat seluruh kebijakan yang harus diambil Hong Kong untuk berintegrasi lebih baik dengan China daratan terutama di Wilayah Teluk Besar," Lam menambahkan.

Pemimpin yang didukung Beijing itu menunda pidato kebijakan tahunannya awal Oktober untuk melakukan perjalanan ke daratan dalam rangka pembicaraan tentang bagaimana pemerintah pusat dapat mendukung pemulihan ekonomi Hong Kong, kota bekas koloni Inggris itu. Lam mengatakan dia masih berencana untuk menyampaikan pidato kebijakan pada akhir November.

Lam telah berulang kali memuji pentingnya Wilayah Teluk Besar ---yang mencakup Hong Kong, Makau, dan sembilan kota di provinsi Guangdong China--- sebagai pilar utama untuk memberikan manfaat ekonomi bagi kota yang diperintah oleh China tersebut.

Hong Kong terguncang oleh protes anti pemerintah dan dampak virus corona. Pukulan ganda ini menjerumuskan kota itu ke dalam krisis terbesarnya dalam beberapa dekade tahun lalu

Beijing memberlakukan undang-undang keamanan nasional di Hong Kong pada Juni, yang mengatur hukuman bagi upaya pemisahan diri, penghasutan, dan kolusi dengan pihak asing. Tindakan-tindakan tersebut diancam hukuman hingga seumur hidup di penjara.

UU tersebut diberlakukan menyusul gelombang demonstrasi, yang terkadang disertai kekerasan. Pemerintah negara-negara Barat dan kelompok hak asasi manusia internasiona telah menyatakan kekhawatiran bahwa undang-undang tersebut akan menghancurkan kebebasan di Hong Kong.

Sebaliknya, pihak berwenang di Beijing dan Hong Kong mengatakan undang-undang itu diperlukan untuk mewujudkan stabilitas di kota tersebut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement