Senin 19 Oct 2020 22:02 WIB

Selidiki Empat Media, Otoritas Thailand Tuai Kecaman

Otoritas Thailand menegaskan tidak ada maksud mengekang kebebasan pers.

Aksi demonstran menentang pemerintahan di Thailand.
Foto: REUTERS/Jorge Silva
Aksi demonstran menentang pemerintahan di Thailand.

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Polisi Thailand pada Senin (19/10), telah memerintahkan penyelidikan terhadap empat outlet berita berdasarkan langkah darurat yang diberlakukan pekan lalu. Langkah darurat itu dikeluarkan untuk mencoba menghentikan aksi protes terhadap pemerintah dan kerajaan yang telah berlangsung selama tiga bulan.

Pengumuman tersebut memicu kemarahan dari kelompok media dan tuduhan serangan terhadap kebebasan pers pada pemerintahan Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha, mantan pemimpin junta yang ingin disingkirkan para pengunjuk rasa.

Baca Juga

Menurut dokumen polisi tertanggal 16 Oktober, penyelidikan telah diperintahkan terhadap konten dari empat media serta halaman Facebook dari sebuah kelompok protes. "Kami menerima informasi dari unit intelijen yang prihatin bahwa bagian dari konten dan informasi yang menyimpang telah digunakan dan disebarluaskan untuk menimbulkan kebingungan dan memicu keresahan masyarakat," kata juru bicara polisi Kissana Phathanacharoen dalam konferensi pers.

Dia mengatakan bahwa regulator penyiaran dan kementerian digital Thailand akan menyelidiki dan mengambil tindakan yang sesuai. Tidak ada rencana untuk mengekang kebebasan pers.

Putchapong Nodthaisong, juru bicara kementerian digital, mengatakan telah meminta perintah pengadilan untuk menghapus konten empat media dan halaman protes, di antara lebih dari 300 ribu konten yang dikatakan melanggar hukum Thailand.

Prachatai sebuah outlet independen adalah satu di antara sejumlah media yang sedang diselidiki. Media tersebut menggambarkan itu sebagai perintah sensor.

"Adalah sebuah kehormatan untuk melaporkan informasi akurat tentang hak asasi manusia dan perkembangan politik di Thailand, kami akan berusaha sebaik mungkin untuk terus melakukannya," kata Prachathai English di Twitter.

The Manushya Foundation, sebuah kelompok independen yang mengkampanyekan kebebasan online, menyebut tindakan tersebut sebagai upaya untuk membungkam media.

"Karena pelarangan unjuk rasa tidak berhasil, pemerintah yang didukung militer berharap menciptakan ketakutan untuk mengatakan kebenaran," kata direkturnya Emilie Palamy Pradichit.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement