Jumat 07 Aug 2020 18:29 WIB

Indonesia Diminta Angkat Isu Jammu dan Kashmir di DK PBB

Indonesia sebagai presiden DK PBB Agustus diminta angkat isu Jammu dan Kashmir

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
Tentara India berjaga di wilayah Jammu. Indonesia sebagai presiden DK PBB Agustus diminta angkat isu Jammu dan Kashmir.
Foto: AP Photo/Channi Anand
Tentara India berjaga di wilayah Jammu. Indonesia sebagai presiden DK PBB Agustus diminta angkat isu Jammu dan Kashmir.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi melakukan diskusi melalui sambungan telepon dengan Menlu Pakistan Shah Mehmood Qureshi, Rabu (5/7). Dalam perbincangannya, Retno diminta untuk membahas perkembangan isu Jammu dan Kashmir di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB). Agustus ini RI mendapuk sebagai presiden.

"Saya menyampaikan bahwa sebagai Presiden DK PBB Indonesia mencatat permintaan Pakistan agar DK PBB membahas perkembangan terkini di Jammu-Kashmir," ujar Retno dalam press briefing kepada wartawan secara daring, Jumat (7/8).

Baca Juga

Dalam pembicaraan melalui telepon, Retno juga menegaskan posisi Indonesia yang akan selalu imparsial dalam pembahasan isu Jammu dan Kashmir. "Sebab India dan Pakistan adalah sahabat Indonesia," ujarnya.

Di tengah pandemi, Retno menyarankan agar kedua belah pihak yakni Pakistan dan India dapat mengatasi dan menangani penyebab Covid-19 di Jammu dan Kashmir. Selain itu, dia menegaskan agar kedua negara mengedepankan dialog dan negosiasi untuk penyelesaian konflik dengan cara damai.

"Serta penting untuk memberikan perhatian dan prioritas untuk menjaga keselamatan manusia, terlepas dari latar belakangnya," tukas Retno.

Satu tahun telah berlalu sejak 5 Agustus 2019 Kashmir yang dikuasai India menerima kabar buruk dari pemerintah India. India secara mendadak membatalkan status semi-otonomi wilayah yang disengketakan dan memberlakukan tindakan keras di wilayah itu. Kashmir yang mayoritas Muslim dibatalkan hak-hak istimewanya dengan pencabutan pasal 35A dan 370 konstitusi India.

Sejak itu, pemerintah India memberlakukan pembatasan menyeluruh di Kashmir. Pembatasan mulai dari jam malam hingga pemadaman komunikasi, serta memberlakukan undang-undang (UU) baru yang memicu iklim ketakutan bagi warga Kashmir.

Pemerintah Perdana Menteri Narendra Modi mengesahkan UU di Parlemen yang mencabut kedaulatan negara bagian Jammu dan Kashmir, membatalkan konstitusi terpisah, dan menghapus perlindungan terhadap tanah warisan dan pekerjaannya.

Kashmir merupakan satu-satunya wilayah di India yang berpenduduk mayoritas Muslim. Sejak merdeka dari Inggris pada 1947, Kashmir terpecah dua. Dua per tiga wilayahnya dikuasai India, sementara sisanya dimiliki Pakistan.

Wilayah itu kemudian dipisahkan dengan garis Line of Control (LoC). Perselisihan akibat sengketa Kashmir telah membuat India dan Pakistan tiga kali berperang yakni pada 1948, 1965, dan 1971.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement