Rabu 28 Oct 2020 21:19 WIB

70 Juta Warga AS Sudah Beri Suara dalam Pemilihan Presiden

Minat warga AS untuk memberikan suara dalam Pilpres meningkat

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
 Warga AS memberikan suara dalam pilpres Amerika Serikat, ilustrasi
Foto: AP/Michael Conroy
Warga AS memberikan suara dalam pilpres Amerika Serikat, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Proyek Pemilihan Amerika Serikat (AS) melaporkan, lebih dari 70 juta warga telah memberikan suara dalam pemilihan presiden pada Selasa (27/10). Jumlah tersebut lebih dari setengah total jumlah pemilih dalam pemilu 2016 dengan satu minggu tersisa hingga hari pemilihan pada 3 November.

Para pemilih AS telah memberikan lebih banyak suara awal selama kampanye presiden ini daripada yang mereka lakukan di sepanjang tahun 2016. Sebanyak 47 juta surat suara telah diterima pada awal bulan ini saja.

Baca Juga

Penghitungan itu menunjukkan kecepatan memecahkan rekor yang dapat menghasilkan jumlah pemilih tertinggi dalam persentase dalam lebih dari satu abad. Artinya terlihat minat yang kuat untuk warga AS memberikan suara dalam kontes pemilihan presiden antara Presiden Pejawat dari Republik, Donald Trump, dan penantang dari Demokrat, Joe Biden.

Profesor Universitas Florida dan pengelola Proyek Pemilu AS, Michael McDonald, melihat tingkat pemungutan suara awal yang tinggi telah menyebabkan prediksi rekor partisipasi pemilih AS sekitar 150 juta. Jumlah tersebut mewakili 65 persen dari warga AS yang berhak memilih, tingkat tertinggi sejak 1908.

Pengiriman surat suara ini pun menyoroti keinginan pemilih untuk mengurangi risiko paparan Covid-19 saat pandemi. Secara keseluruhan, Demokrat memiliki keunggulan dua banding satu dalam jumlah pemungutan suara awal. Namun, Partai Republik dalam beberapa pekan terakhir telah mempersempit kesenjangan dalam pemungutan suara langsung awal.

Demokrat memiliki keuntungan signifikan dalam pemungutan suara awal karena mengkampanyekan pemberian suara melalui surat. Cara itu secara historis telah dilakukan oleh Partai Republik tetapi kini dijauhi karena serangan berulang dan tidak berdasar oleh Trump yang mengatakan sistem tersebut rentan terhadap penipuan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement