Kamis 28 May 2020 16:35 WIB

Pandemi Bisa Buat 14 Juta Orang Amerika Latin Kelaparan

Pandemi melumpuhkan ekonomi sehingga warga kekurangan makan

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
Kerabat menangis saat pemakaman Kepala Kokama Messias Martins Moreira, yang meninggal karena COVID-19 di Taman Bangsa Adat di Manaus, Brasil, Kamis (14/5). Pandemi melumpuhkan ekonomi sehingga warga di Amerika Latin bisa kekurangan makan. Ilustrasi.
Foto: AP/Edmar Barros
Kerabat menangis saat pemakaman Kepala Kokama Messias Martins Moreira, yang meninggal karena COVID-19 di Taman Bangsa Adat di Manaus, Brasil, Kamis (14/5). Pandemi melumpuhkan ekonomi sehingga warga di Amerika Latin bisa kekurangan makan. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA - Program Pangan Dunia PBB (WFP) memperingatkan bahwa setidaknya 14 juta orang berpotensi kelaparan di Amerika Latin karena dampak pandemi Covid-19 di kawasan tersebut kian meningkat. Pandemi membuat negara melakukan pembatasan yang terus melumpuhkan ekonomi sehingga warga kekurangan makan.

Proyeksi WFP baru yang dirilis Rabu malam memperkirakan peningkatan yang mengejutkan tersebut. Sedangkan 3,4 juta orang mengalami kerawanan pangan parah pada 2019. Jumlah itu dapat lebih dari empat kali lipat tahun ini di salah satu kawasan paling rentan di dunia.

Baca Juga

"Kami memasuki tahap yang sangat rumit," ujar direktur regional WFP untuk Amerika Latin dan Karibia, Miguel Barreto dikutip kantor berita Associated Press, Kamis (28/5).

"Inilah yang kami sebut pandemi kelaparan," ujarnya menambahkan.

Tanda-tanda meningkatnya kelaparan sudah dirasakan di sekitar wilayah itu. Banyak warga yang putus asa melanggar karantina untuk mencari uang dan makanan. Tidak sedikit para warga menggantung bendera merah putih dari rumah mereka dalam tanda teriakan minta tolong.

Banyak dari mereka yang kelaparan adalah pekerja informal yang merupakan bagian besar dari tenaga kerja Amerika Latin. Sementara sebagian besar lainnya adalah warga miskin baru yang kehilangan pekerjaan di tengah krisis ekonomi akibat pandemi yang sangat bersejarah ini.

"Saya kepala keluarga. Kapal kini tidak beroperasi," ujar seorang pekerja konstruksi yang kini menganggur di Haiti, Dieufete Lebien (57 tahun).

Jumlah orang yang kelaparan kemungkinan akan lebih tinggi daripada proyeksi PBB yang hanya memperhitungkan di 11 negara tempat organisasi beroperasi. Perkiraan itu tidak termasuk, semisal, Venezuela, di mana satu dari setiap tiga orang menghadapi kelaparan tahun lalu, menurut studi badan makanan 2019.

Kelaparan yang meningkat muncul saat pandemi Covid-19 semakin memorak-porandakan Amerika Latin. Brasil kini berada di peringkat kedua secara global dalam jumlah infeksi virus corona berada di bawah Amerika Serikat (AS). Angka yang meningkat juga terjadi di Peru, Cile, Meksiko.

Pada April lalu, Direktur eksekutif badan pangan PBB David Beasley memperingatkan bahwa tambahan 130 juta orang dapat berada di ambang kelaparan di seluruh dunia pada akhir 2020. Perkiraan baru untuk Amerika Latin menunjukkan wilayah tersebut akan sangat terpukul.

Dampak dari peningkatan tajam dalam kelaparan dapat memiliki implikasi yang luas. Dampak itu mulai dari tingkat kekurangan gizi kronis anak yang lebih tinggi hingga masalah keamanan.

WFP menyerukan kepada negara-negara untuk memperluas jaring pengaman sosial kepada mereka yang secara tradisional tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan bantuan. Banyak pemerintah dan organisasi internasional telah melangkah maju, menyediakan transfer uang tunai dan pengiriman makanan, tetapi menghadapi rintangan logistik dan ekonomi.

Aktivis lokal seperti Cristian Perea di Cali, Kolombia mengatakan upaya pemerintah hanya menjangkau sebagian kecil dari mereka yang membutuhkan bantuan. Dia baru-baru ini mengirimkan kotak buah, beras, sayuran, dan gula kepada keluarga yang belum mendapatkan apa-apa.

Dia juga menceritakan bertemu dengan seorang bocah lelaki berusia 9 tahun yang hanya mengonsumsi segelas air. "Bisa dibilang dia membutuhkan," kata Perea.

Amerika Latin dan Karibia diperkirakan akan mengalami kontraksi ekonomi 5,3 persen tahun ini, kemungkinan penurunan yang lebih tajam daripada selama Depresi Hebat. Penurunan itu terjadi setelah tujuh tahun pertumbuhan rendah rata-rata kurang dari 0,5 persen.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement