Senin 28 Sep 2020 07:30 WIB

Maroko Lakukan Tindakan Keras Turunkan Penyebaran Covid-19

Menkes Maroko khawatir musim dingin akan memperburuk pandemi Covid-19.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
Menkes Maroko khawatir musim dingin akan memperburuk pandemi Covid-19. Ilustrasi.
Foto: Jalal Morchidi/EPA
Menkes Maroko khawatir musim dingin akan memperburuk pandemi Covid-19. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, RABAT -- Dengan ditutupnya perbatasan udara dan laut selama berbulan-bulan dan delapan kota yang melarang orang masuk atau keluar, Maroko telah menghentikan penyebaran virus Corona. Namun, negara ini kembali menghadapi lonjakan sehingga memberlakukan penindakan lebih keras.

Kerajaan di pantai Atlantik ini telah mencatat lebih dari 110 ribu kasus positif sejak Maret dan memiliki jumlah kematian 2.041. Jumlah itu menjadi tertinggi di antara tetangganya di Afrika Utara.

Baca Juga

Padahal, Maroko mengeluarkan tindakan karantina pertama kali pada 20 Maret. Akan tetapi, pembatasan secara bertahap telah dikurangi dan terjadi peningkatan infeksi baru-baru ini.

Peningkatan kasus Covid-19 telah menjadi pukulan bagi Maroko, yang telah menghapus karantina secara bertahap. Pada 19 Juli, Maroko memulai fase ketiga secara bertahap dengan mencabut karantina dan pengunjung bisnis asing diizinkan memasuki kerajaan mulai 10 September.

Namun, kasus di Casablanca berlipat ganda setelah tingkat infeksinya mulai naik. Menteri Kesehatan Khalid Ait Taleb mengatakan, kota ini menampung 42 persen dari kasus yang dilaporkan setiap hari, 40 persen dari kasus serius, dan 38 persen kematian yang tercatat di tingkat nasional.

Untuk mengatasi lonjakan tersebut, sekolah terpaksa ditutup lagi dengan mengadopsi pendidikan jarak jauh. Pasar, kafe, toko, dan restoran diperintahkan untuk tutup lebih awal. Kota itu memberlakukan jam malam mulai pukul 22.00 hingga 05.00. Polisi menyiapkan penghalang jalan dan patroli untuk menegakkan kepatuhan.

Pemeriksaan polisi adalah bagian dari pemandangan di Casablanca. Komandan polisi distrik Al Fida, Karim El Idrani, menyatakan Casablanca telah menerapkan langkah-langkah keras untuk mencegah orang meninggalkan kota.

Polisi memblokade taksi, bus, truk pengangkut barang, dan ambulans pribadi. Kendaraan-kendaran itu diketahui digunakan oleh warga yang mencoba menyelinap ke luar kota.

Polisi ada di pasar, jalan, dan pantai tertutup dengan kendaraan militer sesekali lewat. Mereka adalah sinyal bagi warga untuk menghormati perintah ketat untuk menahan penyebaran virus.

Sedangkan di kota utara Tangier, kendaraan militer dikerahkan bulan lalu untuk membantu menegakkan penerapan peraturan. Perpindahan antara kota dan kota lainnya dihentikan, seperti di Casablanca, kecuali otorisasi yang luar biasa.

Ibu kota politik dan situs istana utama Raja Mohamed VI, Rabat, menempatkan polisi di pintu masuk dan keluar meski kotanya tidak ditutup. Namun, kendaraan yang bepergian di sekitar kota diminta untuk menunjukkan bukti domisili atau memberikan otorisasi jika bepergian dari tempat lain, terutama kota tertutup, atau berisiko terkena denda.

Direktur epidemiologi di Kementerian Kesehatan Mohamed Lyoubi memperkirakan situasinya akan memburuk selama musim dingin. Hal ini mempertimbangkan musim flu yang akan tumpang tindih dengan pandemi Covid-19.

“Banyak rumah sakit dan lokasi uji untuk virus corona diharapkan mencapai kapasitasnya. Situasi ini juga akan memengaruhi kemampuan otoritas kesehatan untuk melakukan investigasi kasus dan memastikan tindak lanjut kontak dan pemantauan pasien yang dirawat di rumah," kata Lyoubi.

Program pengujian di Maroko semakin kewalahan. Antrean panjang untuk pengujian sekarang umum terlihat di luar rumah sakit dan laboratorium di kota-kota Maroko.

Dengan meningkatnya kasus, rumah sakit telah berjuang untuk mengimbangi peningkatan jumlah pasien. Beberapa unit perawatan intensif mencapai kapasitas penuh.

Bulan lalu, petugas kesehatan menggelar protes di luar Rumah Sakit Ibn Zohr di Marakesh menuntut kondisi kerja yang lebih baik. Foto-foto yang menunjukkan pasien Covid-19 berjejer di koridor rumah sakit yang penuh sesak. Beberapa pasien tergeletak di lantai sehingga menyebabkan keributan di media sosial.

Para profesional medis melakukan protes serupa di tempat lain. Mereka mengklaim beberapa fasilitas kesehatan kekurangan staf dan tidak memiliki peralatan pelindung untuk pekerja. Kementerian Kesehatan telah berupaya untuk memperbaiki situasi dengan mendirikan rumah sakit lapangan.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement