Selasa 06 Apr 2021 13:52 WIB

Schapelle Corby Kini Jadi Bintang TV di Australia

Pernah Dijuluki 'Ratu Ganja', Schapelle Corby Kini Jadi Bintang TV

Rep: Hellena Souisa/ Red:
Schapelle Leight Corby
Foto: Firdia Lisnawati/AP
Schapelle Leight Corby

Hampir tujuh belas tahun yang lalu, warga negara Australia, Schapelle Corby, ditangkap di Bandar Udara Ngurah Rai, Bali karena kedapatan membawa empat kilogram lebih mariyuana di papan selancarnya.

Tiga tahun setelah kepulangannya ke Australia, wajah Schapelle kembali marak di televisi Australia.

Mulai pekan depan wajah Schapelle akan menghiasi layar televisi di Australia untuk berpartisipasi dalam program 'reality show' berjudul 'Dancing With the Stars'.

Sebelumnya, Schapelle tampil sebagai perserta 'reality show' SAS Australia yang disiarkan Oktober tahun lalu.

Acara tersebut menantang para selebritas dan tokoh di Australia untuk melakukan tes fisik dan psikologis yang dilakukan oleh mantan pasukan khusus militer.

Schapelle Corby Photo: PN Denpasar, Bali memvonis Schapelle Corby 20 tahun penjara karena menyelundupkan 4,1 kilogram mariyuana pada tahun 2004. Jason Childs/Getty Images

'Kaget' melihat Schapelle di SAS

Kepada ABC Indonesia, Raditya Marendra, pria asal Bogor yang sudah lima tahun bermukim di Melbourne, Australia, mengaku menikmati program SAS Australia ini.

Tetapi kehadiran Schapelle Corby membuat Adit mengernyitkan keningnya.

"Saya kaget sih, karena [peserta] yang lain itu adalah peserta-peserta yang backgroundnya adalah profesi-profesi tertentu, seperti atlet atau komedian, tetapi saya tahunya Corby pernah ditangkap di Bandara di Indonesia karena menyelundupkan narkoba."

Sementara Bea Awiati, warga Indonesia yang juga tinggal di Australia punya pendapat berbeda.

"Saya pikir dia sekarang sebagai seorang individu yang bebas berhak membina hidupnya kembali tanpa membawa-bawa kembali masalah yang lalu, " tutur Bea.

Justin Wejak, warga Indonesia lainnya di Australia termasuk yang ingin melihat penampilan Schapelle dalam 'Dancing With The Stars' yang akan mulai tayang 11 April mendatang. 

"[Di acara Dancing with the Stars] saya lebih tertarik pada seni tarinya ketimbang latar belakang latar belakang Corby yang sempat membuat dunia heboh ... membuat Indonesia dan Australia saling sindir," ujar Justin kepada ABC Indonesia.

Namun Adit khawatir penampilan Schapelle di televisi bisa meletakkan "pakem baru [eks pelaku kriminal] yang menjadi model dalam dunia penyiaran di Australia."

"Mereka tahu nggak sih siapa dia? Mereka kecewa saat Ba'asyir dibebaskan ... saya tahu tindak kriminalnya berbeda memang, tapi ini jadi kontradiktif, karena kan ini sama-sama kriminal," kata Adit.

'Menghina nilai-nilai Australia'

Sudah ada sejumlah komentar dan kritik di akun resmi media sosial 'Dancing with the Stars', yang akan tayang Channel 7 dengan menampilkan Schapelle, yang pernah dijuluki 'Ratu Ganja' atau 'Queen of Marijuana' di pemberitaan internasional.

Salah satunya yang ditulis Tania Lekias Dudley, warga Perth mengaku kecewa dengan 'Dancing With The Stars' yang akan menampilkan Schapelle.

"Sejujurnya, saya sudah menanti-nantikan acara ini. Saya ingin menonton sejumlah bintang yang menjadikan acara ini fantastis."

"Lalu hari ini saya melihat promo program di mana ada Schapelle Corby di sana. Ini serius? Bagaimana dia bisa dikategorikan sebagai bintang? Ini membuat saya malas menonton acara ini dan saya kecewa pada pemilihan pesertanya."

"Saya tidak tahu seperti apa dia, tapi saya tidak percaya dia memenuhi kualifikasi untuk menyandang status bintang."

Komentar senada ditulis oleh warga Australia lainnya, James Dunbier.

"Schapelle Corby bukanlah seorang bintang, dia terpidana penyelundup narkoba. Channel 7 seharusnya malu [memilih dia]."

Kritikan lain terhadap Schapelle dalam penampilannya di televisi adalah soal kesehatan mentalnya.

Schapelle dianggap mengesampingkan kondisi kesehatan mentalnya, yang juga menjadi alasan permohonan grasinya ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dengan mengikuti program SAS.

Psikolog Jaimie Bloch dari Mind Movers Psychology seperti yang dikutip dari media 'Kidspot' mengatakan pengalaman Schapelle di SAS Australia dapat memicu kembali masalah kesehatan mentalnya di masa lalu.

PTSD adalah suatu kondisi kesehatan mental yang memiliki gejala khusus yang terjadi pada seseorang yang pernah mengalami peristiwa traumatis yang mereka anggap mengancam nyawa atau keselamatan orang lain di sekitarnya.

Schapelle: 'Saya mengerti'

Tetapi Schapelle mengatakan keputusannya mengikuti program SAS adalah upayanya untuk membuka diri dan bagian dari proses pemulihan dirinya.

"Inilah alasan saya bergabung dengan program ini, untuk membuka pintu bagi diri saya sendiri dan mulai hidup dalam masyarakat lebih baik daripada sebelumnya, " tutur Corby kepada news.com.au.

“Ada banyak kebencian terhadap saya, saya mengerti,” tambahnya. 

"Saya berada pada titik hidup saya sekarang di mana saya tidak menyakiti siapa pun. Ini tentang apakah saya bisa mengendalikan pikiran saya. Itu semua saya lakukan untuk diri saya sendiri, dan saya sangat bangga telah melakukannya."

Berapa jumlah uang yang diterima Schapelle untuk bisa tampil di acara televisi pernah dimuat oleh Daily Mail, yang melansir adanya rumor mengatakan Schapelle menerima bayaran fantastis sebesar A$150.000, atau lebih dari Rp1,5 miliar.

Pertaruhan industri media

Menurut Profesor Emeritus dari Monash University, Ariel Heryanto, fenomena ini tidak unik untuk Australia, dan tidak aneh bila banyak penonton yang marah.

"Di banyak masyarakat, termasuk Indonesia, dari saat ke saat media menampilkan tokoh kontroversial sebagai protagonis dalam ulasan mereka. Kadang-kadang publik suka, kayaknya. [Tapi] tidak selalu," ujar Ariel kepada Hellena Souisa dari ABC Indonesia.

Ia menambahkan, tak ada yang tahu Schapelle sampai ia tertangkap di Bali, diadili dan divonis penjara, kemudian sudah dijadikan "bintang" oleh media Australia untuk dijual sebagai tontonan laris.

Ariel menilai salah satu alasan mengapa Schapelle laris adalah karena konteks hubungan Indonesia-Australia saat itu, setelah peristiwa Bom Bali pada tahun 2002.

Menurutnya, saat itu publik Australia masih marah, selain pada pelaku terorisme, juga dengan Indonesia dalam menangani kasus ini.

Ditambah keputusan pengadilan saat itu yang tidak menghukum berat tokoh senior Abu Bakar Ba'asyir, yang oleh sebagian pihak di Australia dituduh menjadi otak di belakang Bom Bali.

"Schapelle Corby kemudian ditampilkan oleh media Australia sebagai seorang korban tak bersalah. Ia perempuan, muda, berkulit putih. Ia mewakili sosok yang disayang mayoritas penduduk."

"Penggambaran karikatural demikian mudah membangkitkan emosi nasionalis dan sentimen rasis yang ingin membela dan melindungi warganya yang rentan dizalimi di negeri asing."

Bekal popularitas inilah yang tampaknya didaur ulang oleh media televisi Australia saat ini.

Episode perdana SAS mencetak rekor sebagai program televisi yang paling banyak ditonton saat itu, dengan total jumlah 1,2 juta penonton secara nasional, mengalahkan program lain seperti 'Junior Masterchef' dan 'The Block'.

"Mungkin tidak berhasil gemilang. Tetapi ramainya kecaman publik pada tampilnya Corby itu sendiri merupakan promosi tambahan yang mungkin sudah diperhitungkan produser," pungkas Ariel. 

Schapelle dibebaskan bersyarat dari Indonesia

Saat menjelani pengadilan di Indonesia, Schapelle beberapa kali mengaku tidak bersalah dan bersikukuh tidak tahu-menahu soal keberadaan ganja di papan seluncurnya.

Namun Pengadilan Negeri Denpasar tetap memvonisnya dengan hukuman 20 tahun penjara di tahun 2005.

Di tahun 2012 Schapelle menerima grasi dari Susilo Bambang Yudhoyono, presiden RI saat itu, dan mendapat pengurangan lima tahun masa tahanan.

Lalu di tahun 2014, setelah sembilan tahun dalam penjara, dia mendapat pembebasan bersyarat. 

Schapelle tinggal di Bali sampai pembebasan bersyaratnya berakhir tiga tahun kemudian dan terbang ke Brisbane pada 2017.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement