Kamis 07 Aug 2014 18:41 WIB

MK Diperkirakan Tolak Permohonan Prabowo-Hatta

Rep: Ira Sasmita/ Red: Mansyur Faqih
Tim kuasa hukum pasangan peserta Pilpres 2014-2019 Prabowo Subianto-Hatta Rajasa (kanan) menyerahkan berkas revisi gugatan sengketa Pilpres di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (7/8).
Foto: Aditya Pradana Putra/Republika
Tim kuasa hukum pasangan peserta Pilpres 2014-2019 Prabowo Subianto-Hatta Rajasa (kanan) menyerahkan berkas revisi gugatan sengketa Pilpres di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (7/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tuntutan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa diperkirakan akan ditolak oleh majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Yaitu jika pemohon tidak mampu membuktikan apa yang mereka dalilkan. 

"Bisa jadi MK bilang ada kecurangan tapi enggak mempengaruhi hasil," kata Direktur Eksekutif Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, Kamis (7/8). 

Meski permohonan pemohon masih kabur, Titi mengatakan, KPU tidak boleh menganggap remeh. KPU justru harus membuktikan kalau pekerjaan mereka sebagai penyelenggara pemilu telah dilakukan dengan benar dan bertanggung jawab.

"Kuasa hukum KPU harus kerja ektra-keras, terutama menyangkut persoalan DPKTb (Daftar Pemilih Khusus Tambahan)," ujarnya.

Karena, ujarnya, pemohon mempersoalkan banyaknya pemilih yang terdaftar dalam DPKTb. Namun mereka menggunakan hak pilihnya tidak sesuai dengan domisili di kartu identitas penduduknya. 

"Itu bisa saja termasuk pelanggaran administrasi. Tapi apakah itu kejahatan? Ini harus menjadi perhatian KPU dalam jawabannya dan membuktikan DPKTb itu tidak fiktif," ungkap Titi.

Selain itu, menurut Titi, MK juga harus bisa menjaga independensinya. Khususnya dalam membangun proses pembuktian yang transparan.

"Bisa jadi MK kembali menjadi Mahkamah Kalkulator kalau bukti kurang kuat. Dengan keterbatasan waktu, hakim harus mau menggali dan tidak ada lagi proses pembuktian di belakang atau di luar ruang persidangan," kata dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement