Selasa 15 Jul 2014 20:06 WIB

Koalisi Permanen Bangun Sentimen Negatif

Rep: Erdy Nasrul/ Red: Erik Purnama Putra
 Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto di pelataran Tugu Proklamasi, Jakarta, Senin (14/7).
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto di pelataran Tugu Proklamasi, Jakarta, Senin (14/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deklarasi koalisi permanen yang menegaskan posisi empat pilar kebangsaan dimanfaatkan untuk menyerang koalisi partai pendukung Jokowi-JK. Hal itu disinyalir akan mengganggu esensi empat pilar kebangsaan tersebut.

Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Unpad, Muradi menyatakan, salah satu tuduhan kepada pasangan Jokowi-JK dan koalisi pendukungnya adalah, jika menang dalam capres adalah kemungkinan dicabutnya Ketetapan MPR terkait dengan pelarangan PKI dan ideologi komunisme di Indonesia.

"Sentimen menggunakan esensi empat pilar kebangsaan yang telah dianulir oleh MK tersebut menjadi serangan terbaru bagi pasangan Jokowi-JK," katanya kepada Republika, Selasa (15/7).

Tuduhan bahwa pasangan yang diusung PDIP, Nasdem, Hanura, PKB, dan PKPI ini akan menghapus Tap MPR adalah bentuk praktik politik purba yang mengeksplorasi berbagai kampanye hitam dan pendekatan keyakinan yang sempit.

Tak heran apabila hal tersebut kerap menjadi bumerang bagi koalisi pendukung Prabowo-Hatta. Selama ini, isu terkait dengan pencabutan ketetapan MPR tersebut menjadi bagian kampanye hitam untuk memojokkan pasangan Jokowi-JK. Dengan kata lain, upaya memperburuk citra kerap menjadi langkah yang diambil untuk mendongkrak keyakinan publik pada pasangan tersebut.

Deklarasi koalisi permanen ini tak ubahnya meneruskan tradisi politik yang tidak santun dan beradab. Lebih dari itu, hal ini juga mendegradasi keyakinan dan kemanusiaan atas dinamika politik yang tengah berlangsung. "Publik disuguhi oleh praktik yang jauh dari kesan mendidik," imbuh Muradi.

Deklarasi koalisi permanen merah putih tersebut adalah berupaya mengikat ide kesatuan dan pendidikan politik publik. Disi lain, publik dihadapkan pada situasi di mana sentimen yang dibangun hanya berbasis pada hal negatif berlatar belakang agama dan keyakinan.

Tentu saja apa yang disuguhkan dalam koalisi permanen penyokong Prabowo-Hatta tidak lebih berdaya tahan dan singkat, karena berpondasi pada pragmatisme dan sentimen kebencian. Koalisi tersebut diprediksi mampu mengeksplorasi kekurangan pasangan lain, namun menyimpan rapat kekurangan dan kelebihan pasangan yang diusung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement