Selasa 11 Feb 2014 12:01 WIB
Konvensi sangat minim dari pelibatan publik.

Kredibilitas Konvensi Demokrat Digugat

11 peserta Konvensi Capres Partai Demokrat
Foto: ANTARA FOTO/Rosa Panggabean
11 peserta Konvensi Capres Partai Demokrat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kritikan terus datang untuk pelaksanaan konvensi calon presiden (capres) Partai Demokrat. Bahkan, kali ini kritikan itu datang dari peserta konvensi. Peserta konvensi, Anies Baswedan, menemukan adanya ketimpangan antara tujuan dan pelaksanaan konvensi sejak diluncurkan pada 15 September 2013 lalu.

Salah satu kritikan Anies adalah masih minimnya pelibatan publik dalam proses penjaringan pemimpin ini. Unek-unek Anies itu sudah dilayangkan melalui surat kepada Komite Konvensi pada pekan lalu. "Ini untuk menuangkan semua pemikiran saya mengenai konvensi yang prosesnya masih berjalan sampai saat ini," ujar Anies dalam pernyataan tertulis, Senin (10/2).

Anies menilai, konvensi adalah sebuah proses yang benar, baik, dan sejalan dengan prinsip demokrasi. Semua partai di Indonesia perlu didorong untuk menyelenggarakan hal yang sama, apa pun sebutan bagi proses seleksi ini. Konvensi, kata dia, memungkinkan sebuah platform terbuka dan transparan untuk melakukan seleksi publik terhadap kandidat presiden yang akan diajukan oleh partai.

Karena konvensi sebagai sebuah mekanisme adalah baik dan benar, ujar Anies, maka ia harus diselenggarakan secara sungguh-sungguh. "Inti dari konvensi adalah menyediakan ruang kontestasi bagi para calon agar mereka bisa dibandingkan dan dinilai oleh publik," kata Anies. Partai Demokrat telah menetapkan, penentuan pemenang konvensi adalah berdasarkan hasil survei.

Kecuali acara temu kader yang sifatnya internal, menurut Anies, tidak ada kegiatan yang melibatkan publik dan peserta konvensi sampai dengan kegiatan Meet the Press pada 6 hingga 9 Januari 2014. "Sebagai peserta konvensi saya melihat perlu ada pelibatan elemen publik yang maksimal dalam rangkaian proses konvensi ini," kata Anies.

Anies menilai, debat peserta konvensi belum dijadikan wahana untuk membandingkan ide agar bisa ditimbang oleh publik. Debat juga sejauh ini tidak disiarkan melalui media elektronik nasional untuk memaksimalkan viewership dari rangkaian proses debat tersebut. Sementara, dalam sebuah proses pencalonan presiden, unsur penyiaran adalah salah satu unsur penting agar publik bisa menilai.

Sebelum Anies, peserta konvensi Hayono Isman sudah terlebih dulu menyampaikan keluhannya terhadap konvensi. Menurut Hayono, proses yang diikutinya untuk menjadi bakal capres telah kehilangan banyak momentum sosialisasi untuk dikenal publik sejak bergulir pada 15 September 2013. "Saya sebenarnya sempat putus asa dengan konvensi ini," kata Hayono, awal Januari 2014 lalu.

Menurut Hayono, konvensi selama ini tidak dikenal publik secara maksimal, meskipun masing-masing peserta telah bersusah payah untuk blusukan. Kondisi ini membuat peserta konvensi kehilangan banyak momentum untuk dikenal publik. Awalnya, Hayono sempat menyalahkan media yang tidak optimal dalam menyosialisasilkan kegiatan para peserta konvensi.

Komite Konvensi memiliki jadwal debat untuk para peserta. Bahkan, debat ini berlangsung di sepuluh kota di Indonesia. Setiap peserta akan bergantian berada di panggung dalam debat yang disertai oleh panel ahli. Debat ini juga terbuka untuk publik yang ini bertanya langsung kepada para peserta.

Ketua Komite Konvensi Partai Demokrat, Maftuh Basyuni, tetap menganggap konvensi merupakan terobosan. "Rakyat layak berterima kasih kepada Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono yang menyelenggarakan konvensi tersebut," kata Maftuh di sela debat peserta konvensi di Medan, Sumatra Utara, Selasa (21/1).

Menurut Maftuh, memang ada parpol yang melakukan konvensi tetapi sifatnya hanya internal tanpa melibatkan potensi luar yang tidak kalah berkualitas. Sedangkan, kata Maftuh, Partai Demokrat memberikan kesempatan bagi berbagai pihak di luar partai.

Peserta konvensi lainnya justru tetap yakin dengan pelaksanaan konvensi. Mereka bahkan rela melepas jabatan publik untuk fokus mengikuti konvensi, yakni Gita Wirjawan yang mundur dari posisi menteri perdagangan dan Dino Patti Djalal yang mundur dari duta besar Republik Indonesia untuk Amerika Serikat.n ahmad islamy jamil/antara ed: m ikhsan shiddieqy

Informasi dan berita lainnya silakan dibaca di Republika, terimakasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement