Ahad 10 Aug 2014 18:24 WIB
Jejak Kemerdekaan (3)

Ketika Sukarno Ditodong Pisau, Pedang dan Pistol

Rep: c57/ Red: Joko Sadewo
Soekarno-Hatta saat membacakan teks proklamasi 17 Agustus 1945
Foto: wikipedia
Soekarno-Hatta saat membacakan teks proklamasi 17 Agustus 1945

REPUBLIKA.CO.ID,  Dalam salah satu penggalan kisah revolusi Indonesia, dikenal peristiwa Rengasdengklok. Sebuah peristiwa ketika para pemuda menculik dua tokoh proklamator Indonesia, Sukarno dan Muhammad Hatta.

Bahkan, dalam peristiwa itu Sukarno sempat ditodong dengan sebuah pistol dan sebilah pisau panjang oleh Sukarni, salah seorang pemuda yang ikut menculik Soekarno.

 

Dalam buku berjudul 'Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia' karya Cindy Adams, Presiden pertama Republik Indonesia (RI), Sukarno, menceritakan kisah penculikannya dan Muhammad Hatta oleh para pemuda.

 

Dini hari, 16 Agustus 1945, Sukarno mengaku masih terbangun pada pukul 03:00 WIB. Sukarno menyatakan malam itu tidak bisa tidur dan masih duduk di kamar-makan seorang diri, makan sahur. Sementara keadaan dalam rumah sunyi dan sepi, semua orang tidur.

 

“Tiba-tiba, terdengarlah sayup suara mendesir dari balik semak-semak dan serombongan pemuda berpakaian seragam masuk dengan diam-diam. Sukarni pakai pistol dan sebilah pisau panjang,” tutur Sukarno.

 

Dengan lagak petualang dia mencabut pisauya dan membelebab, “Berpakaianlah Bung, sudah tiba saatnya,” papar Sukarno menirukan kata-kata Sukarni.

Dengan ekspresi marah dan mata menyala-nyala, Sukarno pun membalas: “Ya, sudah tiba saatnya untuk dibunuh! Jika aku yang memimpin pemberontakanmu ini dan gagal, aku kehilangan kepala, engkau pun juga, begitu pun yang lain-lain. Anak buah mati ada gantinya, tapi pemimpin? Kalau aku mati, coba siapa pikirmu yang akan memimpin rakyat, bila datang waktunya yang tepat?”

 

Dalam dialog ini, Sukarno menyatakan diri sebagai pemimpin rakyat dan bertanya kepada para pemuda itu, siapa yang akan menjadi pemimpin kalau dirinya mati.

 

Pemuda lainnya pun menjawab pertanyaan Bung Karno sambil menantang dengan mengayunkan pedangnya. “Oleh karena itu, kami akan melarikan Bung ke luar kota di tengah malam buta ini. Sudah kami putuskan untuk membawa Bung ke tempat yang aman,” papar Sukarno menirukan kata-kata pemuda itu.

 

Sambil menghembuskan nafas, “Aaaakhhh,” Sukarno menjelaskan kepada para pemuda itu: “Tindakanmu salah, salah sama sekali. Tidakkah engkau dapat mengerti bahwa permainanmu ini akan menemui kegagalan? Aku tahu bagaimana kecintaanmua terhadap tanah air. Kuhargai semangatmu yang berkobar-kobar itu. Tapi hanya itu yang kau miliki. Engkau harus bijaksana dan bekerja dengan kepala dingin”.

 

Sukarno mengaku saat itu naik darah karena para pemuda tidak mau mendengarkan pertimbangan yang sehat. Darah Sukarno pun menggelegak sewaktu berbicara. Sukarno juga mengaku tidak takut karena yakin dan tahu para pemuda itu tidak akan menyakiti dirinya.

 

Menurut Sukarno, anak-anak muda itu menganggap tindakannya sebagai perbuatan patriotik yang besar. Kejadian itu sungguh-sungguh terjadi, sebuah drama yang nyata.

Para pemuda itu lalu berseru dengan tidak sabar: “Sekarang ini saatnya, Sekarang ! Sekarang ! Selagi Jepang sudah patah semangat. Sekarang mereka dalam keadaan putus asa. Sekaranglah saatnya kita angkat senjata,” ungkap Sukarno menirukan seruan para pemuda.

 

Setelah Sukarno bersiap-siap untuk berpakaian dan pergi dari rumah bersama-sama istrinya Fatmawati, dan putra sulungnya Guntur Soekarnoputra, seorang pemuda tiba-tiba berseru: “Jepang akan menembak orang preman kalau kelihatan naik mobil di waktu malam. Pakailah ini (seragam PETA)”.

 

Sukarno pun bertanya: “Bagaimana Ibu Fatmawati?” Pemuda itu menjawab: “Tidak apa-apa, anggota PETA biasa berjalan dengan keluarganya,” jawab pemuda itu. Sukarno pun memakai seragam PETA itu untuk menutupi piyamanya.

 

Dua buah kendaraan berdiri di pinggir jalan. Dalam kendaraan di depan telah duduk tawanan lain, Muhammad Hatta, yang menurut Sukarno, sedang membayangkan perasaan jemu. Sedangkan dalam kendaraan kedua lebih banyak tentara dan kaleng-kaleng makanan, cukup untuk beberapa hari.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement