Jumat 24 Apr 2020 09:42 WIB

Benarkah Bisnis Kuliner Paling Tahan Banting Selama Pandemi?

Selema beberapa kali krisis ekonomi, bisnis kuliner tampak mampu bertahan.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Reiny Dwinanda
Hotel Aston Pontianak menawarkan tiga menu unggulan pesan-antar makanan di masa pandemi Covid-19. Pengusaha kuliner rumahan juga bertahan di tengah krisis ekonomi dengan mengandalkan layanan pesan-antar.
Foto: Instagram
Hotel Aston Pontianak menawarkan tiga menu unggulan pesan-antar makanan di masa pandemi Covid-19. Pengusaha kuliner rumahan juga bertahan di tengah krisis ekonomi dengan mengandalkan layanan pesan-antar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi Covid-19 telah memukul berbagai sendi perekonomian, baik di sektor properti, pariwisata, bahkan fashion. Bagaimana dengan bisnis kuliner?

Pendiri Natural Cooking Club (NCC) Fatmah Bahalwan mendapati bisnis kuliner tahan banting meskipun krisis ekonomi melanda. Sebagai pengusaha kuliner, ia merasakan sendiri rentetan gejolak ekonomi, mulai dari tahun 1998, 2004, 2008 dan saat ini.

Baca Juga

"Di masa Covid-19m para pelaku UMKM juga cenderung fleksibel dan mayoritas bisa bertahan," kata Fatmah saat dihubungi Republika.co.id.

Strateginya, menurut Fatmah, ialah dengan mulai mempromosikan produk lewat platform digital dan membuka pesanan secara daring. Meski demikian, ia melihat para pengusaha kuliner besar yang memiliki restoran-restoran mewah sangat terpukul dengan pandemi karena restorannya harus tutup sementara dan hanya bisa mengandalkan pesanan via daring.

“Saya bisa mengerti untuk beberapa restoran yang biasanya orang makan ke sana hanya sekadar kebutuhan gaya hidup, itu mungkin terkena sekali dampak pandemi ini. Tapi saya enggak mengerti mereka punya solusi seperti apa,” kata Fatmah.

Senada dengan Fatmah, Ketua Komunitas Bakul Kue Rumahan (BKR) Neni Sukmayani juga menilai, bisnis kuliner menjadi salah satu sektor yang cukup stabil kala krisis. Meski memang, dalam menjalankan usahanya, para pengusaha kuliner dituntut memiliki inovasi baru dan strategi khusus untuk bisa bertahan.

Adapun strategi anggota komunitas BKR untuk bertahan adalah dengan beralih menjual makanan yang banyak diminta dan dibutuhkan oleh masyarakat kala pandemi.

“Yang tadinya jual bolu sifon, keadaan begini kan orang nggak terlalu mau. Akhirnya mereka bikin makanan yang benar-benar dicari. Banyak yang beralih begitu jualannya,” kata Neni saat dihubungi Republika.co.id.

Selain itu, Neni juga meminta anggotanya untuk bekerja sama dan saling membantu. Umpamanya, ketika satu anggota mendapat orderan makanan yang banyak, maka ia harus menggandeng rekan anggota lain untuk membantu mengerjakan orderan tersebut.

Dengan demikian, dia berharap pelaku usaha di komunitas BKR bisa tetap eksis dan menjalankan usahanya. Anggota BKR telah mencapai 150 ribu orang dan tersebar di seluruh Indonesia.

“Saya sampai bikin grup khusus namanya grup Snack Box, di grup itu para anggota didorong untuk kerja sama, berkolaborasi dan saling membantu,” kata Neni.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement