Rabu 28 Sep 2022 15:57 WIB

Sekitar 60 Persen Wilayah Indonesia Merupakan Endemis Rabies

Setidaknya 26 provinsi di Indonesia masih berstatus endemis rabies.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Nora Azizah
Setidaknya 26 provinsi di Indonesia masih berstatus endemis rabies.
Foto: Edi Yusuf/Republika
Setidaknya 26 provinsi di Indonesia masih berstatus endemis rabies.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada 28 September, orang-orang di seluruh dunia memperingati Hari Rabies Sedunia untuk menyebarkan kesadaran tentang bahaya penyakit ini, dan bagaimana cara menghentikannya. Acara yang diselenggarakan oleh Alliance for Rabies Control (GARC) ini bertujuan untuk mengedukasi masyarakat tentang bagaimana rabies dapat diberantas pada manusia dan hewan peliharaan jika kita mengambil langkah yang tepat.

"Hari ini adalah Hari Rabies Sedunia (“World Rabies Day”), dengan tema “One Health, Zero Deaths. WHO menyatakan bahwa rabies ditemukan di lebih dari 150 negara di dunia," kata Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI, Prof Tjandra Yoga Aditama dalam pesan singkatnya, Rabu (28/9/2022).

Baca Juga

Tjandra mengatakan, infeksi penyakit ini menyebabkan puluhan ribu kematian di dunia setiap tahunnya, utamanya di Asia dan Afrika. Untuk Indonesia, data menunjukkan, setidaknya 26 Provinsi di Indonesia ada dalam situasi endemis Rabies dan 8 Provinsi lainnya adalah bebas rabies.

"Sekitar 60 persen wilayah Indonesia masih merupakan daerah endemis rabies. Bali adalah salah satu provinsi dengan kasus dan kematian akibat rabies, termasuk pada tahun 2022 ini, yang tentu perlu jadim perhatian sehubungan pertemuan puncak G 20 akan diselenggarakan dalam waktu tidak lama lagi" ungkap Tjandra

Rabies disebabkan virus Rabies dari family Rhabdoviridae yang menyerang susunan saraf pusat pada manusia dan hewan. Virus rabies ditularkan melalui air liur hewan penderita rabies pada gigitan HPR (hewan penular rabies) atau luka terbuka. Penularan rabies pada manusia utamanya melalui gigitan anjing (98 persen) atau bahkan sampai 99 persen dan binatang lain seperti kucing dan kera sekitar dua persen.

Penyakit ini dapat dicegah dengan penanganan kasus gigitan hewan penular rabies sedini mungkin. WHO menyebutkan bahwa pemutusan penularan dapat dilakukan dengan vaksinasi pada anjing dan juga mencegah terjadinya gigitan anjing.

Rabies punya dua aspek, pertama ini adalah penyakit zoonosis yang ditularkan dari hewan ke manusia, dan ke dua bahwa rabies adalah salah satu penyakit tropik terabaikan (“neglected tropical diseases – NTD”). Karena rabies adalah penyakit zoonosis maka pendekatan “One Health” (Kesehatan Satu Bersama) merupakan cara penanggulangan yang amat tepat.

"Kita ketahui “One Health” merupakan pendekatan untuk mengkolaborasi dan mengkoordinasikan program dan kegiatan kesehatan manusia, kesehatan hewan dan kesehatan lingkungan," tuturnya.

Dari kacamata kesehatan manusia maka strategi penanganan kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) pada dasarnya dilakukan melalui tiga aspek. Pertama meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan melalui dua cara, ke satu meningkatkan jumlah “rabies center” sebagai pusat pelayanan kasus GHPR dan pusat promosi kesehatan rabies dan ke dua melakukan pelatihan tenaga kesehatan dalam tatalaksana kasus GHPR.

Aspek kedua strategi ini adalah meningkatkan ketersediaan dan distribusi logistik vaksin anti rabies (VAR) dan serum anti rabies (SAR). Untuk aspek strategi ketiga adalah penguatan jejaring lintas program dan lintas sektor untuk penanganan kasus GHPR terpadu.

Rabies adalah masalah kesehatan penting yang perlu ditangani bersama. Hari Rabies Sedunia 28 September ini perlu diikuti dengan kegiatan nyata di lapangan.

"Untuk Indonesia diberitakan akan ada kegiatan penyuntikan masal pada anjing di Bali, dan akan ada pula seminar ilmiah di RS Pusat Infeksi Sulianti Suroso (RSPI-SS) dan juga di Universitas Udayana. Semoga kita dapat mengendalikan rabies dengan lebih baik di hari-hari kedepan ini," harap Tjandra.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement