Sabtu 19 Sep 2020 12:54 WIB

Ancaman Gagal Ginjal Dibalik Minuman Berenergi

Gagal ginjal dapat saja menimpa anak hingga remaja.

Ancaman Gagal Ginjal Dibalik Minuman Berenergi
Foto: pixabay
Ancaman Gagal Ginjal Dibalik Minuman Berenergi

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Minuman berenergi memang menyegarkan apalagi kalau dinikmati di siang hari panas. Segelas minuman energi dingin, selain melepas dahaga juga menambah tenaga membuat siap menjalani aktivitas lebih berseri.

Dalam berbagai iklannya juga digambarkan minuman berenergi identik dengan potret pria sejati, maskulin, jantan, tangguh, dan bertenaga siap bekerja keras. Namun, terlalu banyak menenggak minuman berenergi ternyata menimbulkan dampak yang fatal karena dibalik kenikmatannya tersebut ada petaka yang mengancam ginjal.

Baca Juga

Keranjingan menikmati minuman berenergi setiap hari membuat Handikha Pratama yang baru berusia 19 tahun didiagnosis dokter gagal ginjal dan terpaksa harus menjalani cuci darah dua kali sepekan selama lima jam per sesi.

Awal mula kisah Handikha didiagnosis gagal ginjal terjadi ketika selepas menyelesaikan sekolah di salah satu SMK di Kota Padang, ia memutuskan merantau dan bekerja di salah satu perusahaan swasta di Duri, Provinsi Riau.

 

Bekerja sebagai pembersih sumur minyak membuat ia merasa butuh energi untuk bekerja. Dalam seminggu ia hanya bekerja empat hari dan saat tengah hari istirahat siang satu cerek minuman energi menjadi teman.

Usai bekerja di sore hari untuk memulihkan tenaga ia kembali menengguk minuman berenergi.

"Di tempat saya bekerja kebanyakan orang memang minum minuman energi, jadi semacam penambah tenaga apalagi kalau sudah capek, badan jadi segar lagi," kata Handikha.

Ia bersama teman teman kerja biasa membuat minuman energi satu termos dengan komposisi lima sachet minuman berenergi untuk dinikmati bersama. Satu tahun bekerja dan larut dalam aktivitas akhirnya Handikha pada suatu hari mengalami demam tinggi yang membuatnya harus dilarikan ke rumah sakit.

Tak hanya panas, badannya pun bengkak dari kaki hingga ke muka sehingga harus dirawat hingga tiga minggu lamanya di Pekanbaru. Hasil pemeriksaan dokter ditemukan ada batu ginjal dan kadar urin kratin sudah teramat tinggi sehingga tak ada jalan lain, kecuali harus cuci darah rutin.

Akhirnya karena tidak ada keluarga di Riau, Handikha memutuskan kembali ke Padang dan dirujuk ke Rumah Sakit Umum Pusat M Djamil. Karena kurang yakin ia pun berupaya mencari dokter pembanding dan akhirnya memutuskan ke RS BMC Padang.

"Di RS BMC saya tetap diputuskan harus cuci darah, tidak ada jalan lain," katanya.

Sementara ibunda Handikha, Natalia saat mendapat kabar putranya dinyatakan gagal ginjal berharap anaknya bisa sembuh. Perempuan yang sehari-hari beraktivitas sebagai buruh harian rumah tangga berjuang kesembuhan Handikha dan rela bekerja apa saja.

Ia menceritakan Handikha merupakan tulang punggung keluarga. Ia sejak kecil sudah ditinggal bapaknya sehingga rela bekerja untuk ibu dan adiknya yang masih sekolah.

"Handikha pamit bekerja ke Duri, Riau, bunda tidak usah bekerja lagi, biar saya yang kerja, ambil semua uangnya," kata Natalia.

Namun, asyik bekerja tiga tahun putra sulungnya lalai mengurus diri sehingga akhirnya berujung pada gagal ginjal.

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement