Senin 21 Dec 2015 07:42 WIB

Mengenali Dermatitis Atopik, Kondisi Kulit yang Sering Serang Anak

Rep: C04/ Red: Indira Rezkisari
Dermatitis atopic biasa diderit anak, khususnya yang berumur kurang dari lima tahun.
Foto: ist
Dermatitis atopic biasa diderit anak, khususnya yang berumur kurang dari lima tahun.

REPUBLIKA.CO.ID, Apakah anak Anda sering menggaruk kulitnya? Bekas garukan kadang menimbulkan luka, membekas kemudian menghitam. Atau justru kulit berubah berbintik kemerahan.

Jika anak mengalami hal ini, bisa jadi ia menderita peradangan pada kulit yang timbul akibat jenis kulitnya sangat sensitif dan mudah teriritasi. Menurut spesialis kulit dan kelamin RS Bunda Jakarta, Dr. Rachel Djuanda, SpKK, peradangan kulit ini dikenal juga dengan istilah eksim atopik atau dermatitis atopik (DA).

 

DA memang umumnya berbentuk ruam dan timbul pada jenis kulit yang sensitif dan bersifat kering. Gangguan pada kulit ini terjadi dalam jangka waktu yang lama dan menetap pada bagian yang sama, sehingga sewaktu-waktu dapat kambuh dan sulit hilang.

 

“DA memang biasanya diderita oleh anak, khususnya anak yang berumur kurang dari 5 tahun dengan prevalensi 9-21 persen. Tapi, DA juga bisa diderita oleh orang dewasa (late onset dermatitis atopik), namun dengan prevalensi yang kecil yakni hanya sekitar 2-10 persen saja,” katanya, dalam acara media gathering Menangani Dermatitis Atopik yang diadakan oleh PT. SOHO di Jakarta, beberapa waktu lalu.

 

Penderita DA memiliki kulit yang kering akibat rendahnya produksi ceramide, terutama ceramide tipe 1 pada bagian mortar/semen kulit. Hal ini berdampak berkurangnya fungsi pelindung kulit, sehingga kemampuan kulit untuk menampung air dan siklus hidup sel korneum epidermis memendek.

“Nah, kalau fungsinya berkurang otomatis akan mempermudah masuknya berbagai macam benda asing seperti bakteri dan jamur ke dalam permukaan kulit. Tentu saja kondisi ini akan memancing reaksi inflamasi yang menyebabkan timbulnya gejala seperti gatal-gatal dan memaksa pasien untuk menggaruk area tersebut,” ungkapnya.

 

Kondisi ini jelas dapat memperburuk kemampuan fungsi pelindung kulit. Pada umumnya, dokter memberikan kortikos steroid, atau antihistain untuk meredakan gejala penyakit tersebut, terutama sebagai penghilang rasa gatal. Akan tetapi, pengobatan tersebut tidak memberikan sesuatu untuk memperbaiki fungsi pelndung kulitnya.

 

“Sayangnya, keampuhan kortikosteroid topikal seringkali digunakan secara tidak tepat dan berlebihann, bahkan oleh pasien sendiri. Sehingga hal tersebut kerap menimbulkan masalah efek samping jika digunakan berlebihan,” ungkapnya.

 

Hal tersebut, lanjut sang dokter juga tidak jarang malah menimbulkan efek samping mulai dari warna kulit menjadi lebih putih atau hitam dibandingkan yang lainnya, hingga pada akhirnya menimbulkan garis seperti stretch mark. Bahkan, penggunaan steroid topikal dalam jangka waktu yang lama malah dapat membuat DA menjadi resisten terhadap obat tersebut.

(baca: Ibu, Siapkan Ini Sebelum Ajarkan Anak Menulis)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement