Kamis 30 Dec 2021 12:57 WIB

Harga Telur Ayam Naik, KSP: Evaluasi Pola Kemitraan Peternak Rakyat dan Peternak Besar

Lemahnya ketahanan sistem produksi membuat peternak rakyat gulung tikar saat pandemi.

Rep: Dessy Suciati Saputri / Red: Nidia Zuraya
Pedagang menata telur ayam di kiosnya di Pasar Kosambi, Kota Bandung, Rabu (29/12/2021). Harga telur ayam mengalami kenaikan sejak beberapa pekan terakhir. Foto: Republika/Abdan Syakura
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Pedagang menata telur ayam di kiosnya di Pasar Kosambi, Kota Bandung, Rabu (29/12/2021). Harga telur ayam mengalami kenaikan sejak beberapa pekan terakhir. Foto: Republika/Abdan Syakura

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Bustanul Arifin mengatakan, kenaikan harga telur ayam yang mencapai Rp 34 ribu dalam beberapa minggu terakhir menunjukan adanya persoalan pada pola kemitraan antara peternak rakyat dengan peternak menengah dan besar.

“Tidak mulusnya pola kemitraan itu membuat sistem produksi peternak rakyat tidak kuat,” kata Bustanul di gedung Bina Graha, dikutip dari siaran resmi KSP, Kamis (30/12).

Baca Juga

Menurutnya, lemahnya ketahanan sistem produksi membuat peternak rakyat gulung tikar saat dihantam pandemi Covid-19 varian Delta pada pertengahan 2021. “Sehingga saat permintaan naik seperti saat Nataru, peternak kesulitan memenuhinya," ujarnya.

Ia menilai, jika pemerintah melakukan intervensi dengan pengaturan harga referensi justru tidak akan memecahkan masalah, dan akan memunculkan masalah lain dengan dimensi yang berbeda.“Ini masalahnya pada struktural. KSP akan mengkomunikasikannya pada Kementan, termasuk soal batasan pembudidayaan ayam petelur yang dilakukan oleh pihak integrator,” kata Bustanul.

Sebelumnya, Direktur Bahan Pokok dan Penting, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kemendag, Isy Karim, mengatakan, kenaikan harga telur saat ini lebih karena adanya kenaikan harga pakan dan tingginya permintaan.

Kenaikan permintaan saat ini juga berkaitan dengan momen libur Natal dan tahun baru di mana biasanya terjadi peningkatan konsumsi pangan. Karena itu, Kemendag meyakini kenaikan harga saat ini tidak akan berlangsung dalam waktu panjang.

"Perkiraan kami tidak (akan lama)," kata Isy Karim kepada Republika, Senin (27/12).

Isy Karim menjelaskan, untuk membantu masyarakat menengah ke bawah, pemerintah telah memasukkan komoditas telur untuk bantuan sosial. Melalui bantuan tersebut diharapkan beban masyarakat kecil dapat terbantu.

Ketua Pinsar Petelur Nasional (PPN) Yudianto Yosgiarso, menjelaskan, ada dua momen yang memacu peningkatan permintaan telur, yakni perayaan Natal serta tahun baru. Aktivitas masyarakat turut mengalami kenaikan setelah pemerintah membatalkan kebijakan PPKM Nataru.

"Kebutuhan dari masyarakat meningkat karena aktivitas yang sudah lama di rumah. Ketika menghadapi liburan, semua kaget. Hotel, restoran, dan warung-warung semuanya bangkit," kata Yudianto.

Ia mengatakan, meningkatkan permintaan telur dari masyarakat diakui oleh para anggota PPN hampir di seluruh wilayah. Industri hotel, restoran, dan katering (horeka) mulai bergeliat di akhir tahun ini dan berdampak pada meningkatkan kebutuhan bahan pangan seperti telur.

Di satu sisi, ia menilai kenaikan permintaan juga dipicu oleh pengadaan bantuan sosial oleh pemerintah. Selain permintaan, Yudianto menyampaikan, harga pakan yang tinggi saat ini turut mendongkrak harga.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement