Rabu 06 Jan 2021 14:01 WIB

Kedelai Mahal? Urban Farming Bisa Jadi Solusi

Perajin tahu dan tempe sempat mogok produksi karena mahalnya harga kedelai.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Ilustrasi panen kedelai
Ilustrasi panen kedelai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tren bertani di pekarangan atau urban farming yang dilakukan masyarakat perkotaan tengah naik daun. Kegiatan pertanian kian digemari akibat pandemi Covid-19 yang membatasi aktivitas di luar rumah sekaligus keharusan untuk meningkatkan imun tubuh dengan konsumsi makanan sehat.

Memasuk 2021, persoalan pangan muncul dari produk tahu dan tempe. Para pengrajin tempe bahkan sempat melakukan aksi mogok produksi disebabkan harga kedelai yang mayoritas impor kian meroket.

Baca Juga

Sementara, produksi lokal belum dapat diandalkan lantaran jumlahnya yang minim serta kebiasaan industri untuk menggunakan barang impor.

Ketua Umum Perkumpulan Insan Tani dan Nelayan Indonesia (Intani), Guntur Subagja, menuturkan, tren urban farming sejatinya bisa menjadi solusi untuk, setidaknya, menambal kebutuhan kedelai impor yang tengah mengalami kendala.

"Apakah kedelai bisa dengan urban farming? bisa, seperti ditanam dengan cara tabula pot. Jadi tidak hanya hidroponik, intinya semua kegiatan pertanian di pekarangan rumah itu adalah urban farming," kata Guntur dalam webinar yang digelar pada Rabu (6/1).

Sebagaimana diketahui, tren urban farming yang populer saat ini dilakukan masyarakat dengan sistem hidroponik. Komoditas yang ditanam yakni sayur-mayur dengan instalasi pipa yang dibuat bertingkat sehingga mudah dilakukan dalam lahan yang sempit.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement