Selasa 30 Nov 2021 18:56 WIB

Dukung Transisi Energi, Produsen Migas Mulai Kembangkan CCS

Investasi yang harus dikeluarkan dalam pengembangan CCS tidak sedikit.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
Ladang pengeboran migas (ilustrasi)
Foto: AP PHOTO
Ladang pengeboran migas (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) mulai memasukan rencana pembangunan Carbon Capture Storage (CCS) dan Cabon Capture Utilizitation Storage (CCUS) dalam plan of development lapangan migas mereka. Langkah ini dilakukan untuk menjawab tantangan pengurangan emisi global.

Salah satunya ExxonMobile. Bekerjasama dengan PT Pertamina (Persero), Exxon berkomitmen ingin mengembangkan CCS dan CCUS di Indonesia. Manager, Commercial Analysis, Business Development at ExxonMobil, Egon van der Hoeven menjelaskan teknologi CCS dan CCUS bukan sesuatu yang baru bagi Exxon. Perusahaan asal Amerika ini bahkan sudah mengembangkan teknologi ini sejak 30 tahun yang lalu.

Baca Juga

"Ini merupakan solusi dari transisi energi dan disatu sisi peningkatan produksi migas yang masih menjadi kebutuhan negara di seluruh dunia," ujar Egon pada IOG Convention di Bali, Selasa (30/11).

Egon menjelaskan perusahaannya saat ini memang menyasar negara negara di Asia untuk menjadi partner dalam pengembangan CCS dan CCUS. di Indonesia sendiri, kata Egon ada potensi 5.000 metrik ton kapasitas co2 yang bisa diolah kembali dalam resevoar.

"Karbon ini kemudian bisa menjadi potensi pengolahan selain bisa direcycle untuk menjadi bahan baku juga bisa mengurangi emisi karbon. Disatu sisi, dengan memanfaatkan teknologi ini kita tetap bisa mempertahankan produksi migas," ujar Egon.

Presiden Director BP Berau Ltd, Nader Zaki mengatakan pengembangan CCS dan CCUS menjadi bagian penting dalam pekerjaan hulu migas saat ini. Namun, sebagai perusahaan multinasional BP tetap mendukung transisi energi tanpa mengurangi produktivitas produksi.

"Kami berencana untuk membangun CCUS pertama di Indonesia. Dengan langkah ini kami menjawab dilema yang dihadapkan pada industri hulu migas saat ini, untuk meningkatkan produksi dan juga mengurangi emisi," ujar Nader.

Nader menjelaskan proyek CCUS ini akan punya kapasitas 4 metrik ton co2 per tahun. Nantinya, melalui pabrik ini, CO2 yang dihasilkan oleh proses pengeboran diinjeksikan kembali ke resevoar.

Tak hanya menangkap CO2 yang kemudian dikembalikan lagi ke resevoar, tetapi melalui teknologi EGR mechanism bisa mengembalikan co2 tersebut, perusahaan bisa meningkatkan cadangan gas di 2035 sebanyak 300 bcf dan naik menjadi 520 bcf di 2045 mendatang.

Direktur Utama Subholding Upstream Pertamina, Budiman Parhusip menjelaskan dalam kaitan pengurangan emisi, di sektor hulu, Pertamina telah menginisiasi beberapa proyek CCUS pada lapangan migas dengan potensi pengurangan karbon dioksida hingga 18 juta ton.

Salah satu pengembangan teknologi CCUS Pertamina dilakukan di Lapangan Gundih, Cepu, Jawa Tengah yang terintegrasi dengan teknologi Enhanced Gas Recovery (EGR) dan berpotensi mengurangi sekitar 3 juta ton CO2 dalam 10 tahun dan meningkatkan produksi migas. Proyek ini direncanakan beroperasi pada 2026.

"Penerapan teknologi CCUS merupakan bagian dari agenda transisi energi menuju energi bersih yang tengah dijalankan Pertamina. Teknologi rendah karbon ini akan mendukung keberlanjutan bisnis Pertamina di masa depan," ujar Budiman.

Namun, pengembangan teknologi ini bukan tanpa tantangan. Budiman mengatakan investasi yang harus dikeluarkan dalam pengembangan CCS dan CCUS ini tidak sedikit. Oleh karena itu, Pertamina membuka peluang kerjasama seluas luasnya untuk pengembangan ini.

Soal investasi yang mahal ini, menurut Senior Manager For Exploration and New Ventures Husky Energy in South Asia Rina Rudd menilai perlu ada tambahan insentif dan dukungan pemerintah dalam pengembangan ini.

"Karena harus diakui, jika kita investasi 1 miliar dolar AS saja misalnya dalam POD lapangan, untuk bisa juga membangun CCUS dan CCS ini kita butuh investasi dua kali lipat," ujar Rina dalam kesempatan yang sama.

Rina menilai, Husky Energi sebagai perusahaan multinasional asal Kanada tentu juga mendukung energi bersih. Oleh karena itu, Husky sendiri saat ini yang sedang mengembangkan WK Liman yang punya cadangan gas yang besar juga berminat untuk menyertakan pembangunan CCS dan CCUS dalam PODnya.

"Kami saat ini sedang mengembangkan WK Liman, dimana pasti ada kandungan CO2 nya disana. Tentu ini menjadi kewajiban kami untuk juga sejalan dalam rencana global dalam pengurangan emisi," ujar Rina.

Kepala SKK Migas Dwi Sutjipto memahami kondisi tersebut. Ia pun mendukung para KKKS untuk mengembangkan CCUS sebagai teknologi yang bisa mengurangi emisi karbon. Hanya saja, kata Dwi KKKS juga diharapkan bisa mengatur budjet agar pengembangan ini juga bisa efisien.

"Kami sangat mendukung tentu saja, kami membahas juga kepada pemerintah kira kira insentif apa saja yang diperlukan untuk bisa mendukung rencana pembangunan CCUS dan CCS ini. Kami juga berharap KKKS bisa lebih efisien dalam capex sehingga masih ada ruang untuk pengembangan CCS dan CCUS," ujar Dwi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement