Ahad 23 Jan 2022 17:22 WIB

Suku Bunga Tetap, Begini Dampaknya ke Emiten Bank Digital

Investor akan lebih menyukai bank digital yang dapat menjangkau segmen unbankeable.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Friska Yolandha
Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di level 3,50 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25 persen.
Foto: istimewa
Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di level 3,50 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di level 3,50 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25 persen. Kebijakan ini pun dinilai tidak terlalu berpengaruh terhadap emiten bank digital.  

Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana sebelum ditetapkannya kebijakan ini, bank digital sudah memberikan bunga deposito jauh di atas yang ditetapkan BI. Menurut Wawan, antar bank digital bahkan saat ini sedang bersaing menawarkan bunga tinggi untuk menarik nasabah. 

Baca Juga

"Bank digital sekarang lagi perang suku bunga, mereka bahkan sudah menetapkan suku bunga tinggi jadi suku bunga tetap itu tidak ada efek langsungnya kepada bank digital," kata Wawan saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (23/1/2022).

Di sisi lain, Wawan mengatakan, prioritas utama bank digital saat ini bukanlah profitabilitas. Seperti diketahui, kebanyakan bank digital saat ini masi membukukan kerugian. Sebagai industri yang baru saja muncul, bank digital saat ini lebih fokus meningkatkan jumlah pengguna dan transaksi. 

Sepanjang masih tergabung dalam suatu ekosistem, Wawan melihat, bank digital akan disukai oleh investor. Seperti halnya PT Bank Jago Tbk (ARTO) yang terintegrasi dengan ekosistem GoTo serta PT Bank Allo Tbk (BBHI) yang terintegrasi dengam ekosistem Grab, Bukalapak hingga CT Corp. 

Selain itu, Wawan menilai, investor akan lebih menyukai bank digital yang dapat menjangkau segmen unbankeable. "Artinya yang belum tersentuh oleh bank konvensional bisa disentuh oleh bank digital, selama bank digital bisa memenuhi itu, sahamnya akan disukai oleh investor," ujar Wawan.

Secara umum, Wawan mengatakan, saham emiten bank digital akan sangat prospektif pada tahun ini. Aksi korporasi berupa rights issue untuk meningkatkan permodalan disebut akan menjadi sentimen positif bagi saham bank digital.

Meski demikian, Wawan mengingatkan, investor tetap harus lebih jeli dalam mengoleksi saham bank digital. Pasalnya, hingga saat ini hanya ada sedikit bank digital yang memiliki kondisi likuiditas baik. Beberapa yang paling likuid antara lain ARTO dan BBHI.

"Seperti ARTO, kalau bicara fundamental masih rugi, tapi kapitalisasinya dua kali bank BNI. Artinya bank Jago masih punya daya tarik di mata investor," tutup Wawan. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement