Senin 29 Nov 2021 06:05 WIB

Holding Pariwisata Diharapkan Kembangkan Kerja Sama

Pemerintah harus menjaga agar tidak terjadi perang harga yang rugikan bisnis

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Friska Yolandha
Wisatawan mengunjungi Desa Wisata Penglipuran di Bangli, Bali, Sabtu (27/11). Pengamat penerbangan Gatot Rahardjo mengharapkan holding pariwisata dan pendukung dapat mengembangkan kerja sama.
Foto: Antara/Nyoman Hendra Wibowo
Wisatawan mengunjungi Desa Wisata Penglipuran di Bangli, Bali, Sabtu (27/11). Pengamat penerbangan Gatot Rahardjo mengharapkan holding pariwisata dan pendukung dapat mengembangkan kerja sama.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat penerbangan Gatot Rahardjo mengharapkan holding pariwisata dan pendukung dapat mengembangkan kerja sama. Saat ini holding pariwisata dan pendukung sudah terbentuk melalui PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero) sebagai induknya yang sebelumnya merupakan PT Survai Udara Penas (Persero).

“Holding ini juga harus bisa mengembangkan diri dengan melakukan kerja sama pada sektor-sektor lain Misalnya dengan pengelola wisata di tempat wisata lain Republika.co.id, Ahad (28/11).

Baca Juga

Dengan begitu, Gatot menilai diferensiasi produk akan terjadi dan pasar mempunyai banyak pilihan. Sementara pada tahap pertama ini holding pariwisata dan pendukung beranggotakan PT Angkasa Pura I (Persero), PT Angkasa Pura II (Persero), PT Hotel Indonesia Natour (Persero), PT Taman Wisata Candi Borobudur Prambanan dan ratu Boko (Persero), dan PT Sarinah (Persero).

Gatot menuturkan, dengan adanya holding tersebut maka kesan monopoli tidak akan bisa dihindari. “Ini karena dengan terbentuknya holding berarti ada satu pemain besar yang menguasai hulu sampai hilir di bidang penerbangan dan pariwisata,” jelas Gatot.

Agar tidak terjadi monopoli, Gatot mengatakan, sebaiknya holding membuka diri untuk bekerja sama dengan pihak lain. Hal tersebut dapat dilakukan dengan semua maskapai nasional dan pengelola wisata lain sehingga juga bisa membantu pemulihan penerbangan nasional.

“Holding bisa menjadi payung bagi industri penerbangan dan wisata yang bekerja sama,” tutur Gatot.

Di sisi lain, Gatot menilai, seharusnya pemerintah juga membuka pintu pada pihak swasta untuk melakukan bidang usaha yang sama dengan holding tersebut. Gatot menilai, jika tercipta persaingan yang sehat maka bisa menjadikan suatu bisnis berjalan dengan efektif dan efisien.

“Pemerintah harus menjaga agar tidak terjadi perang harga yang akhirnya merugikan bisnis ini,” ungkap Gatot.

Sebelumnya, Wakil Direktur Utama PT Aviasi Pariwisata Indonesia Edwin Hidayat Abdullah yang sebelumnya juga sebagai Direktur Project Management Office (PMO) Holding BUMN Pariwisata dan Pendukung menegaskan, holding juga akan berkolaborasi dengan swasta. Edwin mengatakan, dalam industri pariwisata dan aviasi tidak hanya didukung oleh perusahaan BUMN saja.

“Nanti saat masuk dalam kolaborasi di holding, tidak semua (industri pariwisata dan penerbangan) dikendalikan BUMN,” kata Edwin pada Agustus lalu.

Dia mengatakan, hal tersebut dikarenakan industri aviasi dan pariwisata terjadi dari mulai kebutuhan, melakukan pencarian booking, dari rumah ke bandara, dan naik pesawat. Setelah turun dari pesawat menggunakan transportasi lokal dan sampai ke destinasi dapat singgah ke hotel.

Edwin menuturkan, dalam semua proses tersebut, pelaku perjalanan sebelum naik pesawat banyak peran dari non-BUMN. Lalu saat memilih maskapai untuk perjalanan juga tidak hanya maskapai BUMN saja.

“Setelah kita jalan terus itu market share BUMN sangat kecil. Dari keseluruhan perjalanan travelers, kontribusi utamanya memang di bandara untuk holding ini,” jelas Edwin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement