Kamis 23 Sep 2021 12:42 WIB

Moratorium Selesai, Kementan Fokus Peremajaan Sawit Petani

Total luas lahan tutupan sawit mencapai 16,38 juta hektare.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
Seorang pekerja memilah buah sawit yang baru dipanen di perkebunan kelapa sawit di Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Indonesia, 13 Juli 2021. Kementerian Pertanian (Kementan) menegaskan, pemerintah tetap akan fokus dalam peremajaan sawit rakyat milik petani individu upaya intensifikasi perkebunan sawit nasional meski moratorium perkebunan sawit telah usai.
Foto: EPA-EFE/DEDI SINUHAJI
Seorang pekerja memilah buah sawit yang baru dipanen di perkebunan kelapa sawit di Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Indonesia, 13 Juli 2021. Kementerian Pertanian (Kementan) menegaskan, pemerintah tetap akan fokus dalam peremajaan sawit rakyat milik petani individu upaya intensifikasi perkebunan sawit nasional meski moratorium perkebunan sawit telah usai.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) menegaskan, pemerintah tetap akan fokus dalam peremajaan sawit rakyat milik petani individu upaya intensifikasi perkebunan sawit nasional meski moratorium perkebunan sawit telah usai. Namun, masih terdapat tantangan peremajaan khususnya bagi kebun sawit rakyat yang masuk dalam kawasan hutan.

Sekretaris Jenderal Kementan, Kasdi Subagyono, menyampaikan, total luas lahan tutupan sawit mencapai 16,38 juta hektare. Dari luas tersebut, tercatat ada 3,37 juta hektare yang ke dalam kawasan hutan. Kebun-kebun sawit rakyat dalam kawasan tersebut jika belum dilepaskan kawasan hutan akan sulit bagi pemerintah untuk melakukan peremajaan.

Baca Juga

"Kita tetap pada posisi replanting dan fokus di sawit rakyat. Namun, dari 3,37 juta hektare itu, sawit rakyat itu berapa? Itu yang nanti kita pilah karena menjadi agenda presiden," kata Kasdi dalam webinar, Kamis (23/9).

Kasdi menjelaskan, kebun sawit rakyat yang masuk dalam kawasan hutan tersebut harus dilepaskan statusnya dari hutan sehingga bisa mendapatkan dana peremajaan sawit Rp 30 juta per hektare dari BPDP-KS sebagai lembaga yang bertugas menyediakan dana. Karenanya, proses pelepasan kawasan akan sangat mempengaruhi progres dari upaya peremajaan.

"Memang bisa saja kita fokuskan dulu peremajaan sawit untuk kebun di luar kawasan hutan, tapi kan yang dikawasan hutan juga perlu diusulkan," kata Kasdi.

Adapun, berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dari 3,37 juta ha sawit di kawasan hutan, baru sekitar 713 ribu ha yang berproses dilepaskan dari kawasan hutan. Sisanya, sebanyak 2,65 juta ha masih belum diproses.

Lebih lanjut, Kasdi menerangkan produktivitas sawit Indonesia unggul di luasnya kawasan sawit namun sangat rendah dari sisi produktivitas. Pasalnya, hingga saat ini tingkat produktivitas sawit hanya 3-4 ton setara CPO per hektare. Karena itu, pemerintah lebih memprioritaskan upaya intensifikasi ketimbang memperluas kawasan.

"Kalau moratorium ini nantinya terus berjalan dan kita tidak bisa ekspansi lahan, maka fokus di intensifikasi. Beberapa lembaga sudah merilis varietas yang punya produktivitas hingga 5-6 ton setara CPO," kata dia.

Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, KLHK, Ruandha Agung Sugardiman, menambahkan, luasan kebun sawit yang masuk dalam kawasan hutan terus diproses untuk mekanisme pelepasan. Namun, tentu harus melalui koordinasi lintas kementerian dan lembaga.

Ia mengaku, proses pelepasan kebun sawit di kawasan hutan sempat terhenti karena menunggu Undang-Undang Cipta Kerja dan aturan turunan agar kebijakan yang diambil tidak bertabrakan dengan undang-undang.

"Sekarang semuanya regulasinya sudah ada semuanya dan kita sudah siap dengan mekanisme permohonan pelepasan dari kawasan hutan," tuturnya.

Ruandha menambahkan, bagi kebun sawit rakyat yang sudah dikuasai selama lima tahun dan luasan 5 ha atau kurang, KLHK tidak akan menerapkan proses yang panjang. "Kita langsung keluarkan dari kawasan hutan. Nah ini kami perlu informasi dari Kementan dan BPN sehingga kita bisa pastikan ini punya petani," tutur dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement