Kamis 26 Nov 2020 13:58 WIB

GAPKI: Kampanye Hitam Sawit Sudah Melewati Batas

Kampanye hitam dinilai merugikan industri sawit Indonesia.

Perkebunan Kelapa Sawit, ilustrasi
Perkebunan Kelapa Sawit, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAYAPURA -- Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono menyatakan kegeramannya terhadap kampanye hitam yang ditujukan kepada industri sawit Indonesia. Menurutnya, kampanye hitam yang terjadi belakangan ini karena melewati batas dan sudah menjurus kepada kebencian kepada industri sawit Indonesia.

“Kampanye negatif terus dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif, khususnya publikasi dan pemberitaan. Konten kampanye sudah tidak rasional dan sangat tendensius,” ungkap Ketua Umum GAPKI Joko Supriyono dalam keterangan tertulis, Kamis (26/11).

Baca Juga

Ketua Umum GAPKI Joko Supriyono meminta masyarakat untuk tidak ikut memviralkan berita negatif yang menjelekkan industri sawit di Indonesia karena sangat merugikan banyak orang. “Mari kita viralkan yang positif-positif saja. Kita jaga kepentingan nasional bangsa Indonesia,” ajak Joko Supriyono.

Senada dengan Ketua Umum GAPKI Joko Supriyono, salah seorang Tokoh Masyarakat Papua bernama Pastor Felix Amias turut menanggapi pemberitaan BBC News Indonesia pada 12 November lalu.

Felix menyebut kalau memang bertujuan membela kepentingan rakyat dengan alasan masyarakat jangan kehilangan hutan dan hutan itu juga merupakan paru-paru dunia maka semua perusahaan yang ada di sekitar sana mestinya disoroti semuanya.

"Kalau hanya menyoroti PT Korindo dan membiarkan yang lain dengan bebas membuka perkebunan, maka terlalu jelas bahwa Anda tidak benar-benar membela rakyat tetapi hanya memanipulasi rakyat untuk kepentingan anda sendiri. Saya mengatakan demikian karena gambar-gambar dalam video dan terutama dalam artikel itu terkesan manipulatif untuk menggiring opini publik agar percaya bahwa PT Korindo melanggar hukum dan HAM,” ujar Pastor Felix dalam keterangan tertulisnya.

Menurut Pastor Felix, manipulasi gambar sangat terlihat jelas dalam video yang digunakan oleh BBC News Indonesia. “Gambar masyarakat di rumah gubuk sebelah Sungai Digoel di depan Asiki itu bukan pemilik dusun yang diusir PT Korindo. Mereka itu orang-orang dari kampung sekitar yang datang tinggal di sebelah Digoel untuk ternak babi," katanya.

"Saya mengatakan demikian karena salah satu rumah gubuk di situ adalah saudara saya yaitu Ibu Yustina Kemon. Ibu Yustina dan suaminya tinggal menumpang di situ untuk ternak babi,” kisahnya.

Demikian pula dengan pembukaan video yang memperlihatkan seorang ibu sedang menari dengan pakaian adat. Pastor Felix yang berasal dari Suku Auyu memastikan bahwa seorang ibu yang sedang menari dengan pakaian adat berasal dari Suku Auyu.

“Kami orang suku Auyu tak ada masalah dengan PT Korindo karena kebanyakan hutan kami tak menjadi konsesinya, sehingga apa maksudnya menaruh mama Suku Auyu menari di situ?,” ungkap Pastor Felix.

Ia menyimpulkan bahwa dirinya tidak melihat bahwa video yang dirilis BBC News Indonesia ini untuk membela kepentingan rakyat, karena terlihat banyak manipulasi gambar, dan itu artinya lebih untuk kepentingan sendiri.

“Saya melihat ini lebih karena ada persaingan bisnis dan bukan murni untuk membela kepentingan masyarakat,” jelasnya.

Secara pribadi Felix menyebut keberadaan PT Korindo telah membawa banyak kemudahan bagi masyarakat lokal penduduk asli Papua. “Anda semua dari luar hanya pergi beberapa saat lalu memberi komentar yang kontra-produktif, sementara Korindo dan masyarakat yang tinggal di sana dari hari ke hari, bulan ke bulan, dan tahun pun silih berganti. Kami yang mengalami susah dan senang di sana, bukan kamu,” ujar Pastor Felix.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement