Ahad 27 Sep 2020 02:45 WIB

Pemerintah Jamin PLTU Makin Ramah Lingkungan

Banyak PLTU di Indonesia yang menggunakan teknologi canggih seperti di negara maju.

Anak-anak bermain dipantai Bohay dengan latar belakang PLTU Paiton di Probolinggo, Jawa Timur, Selasa (7/7/2020). Direktur Aneka Energi Baru Terbarukan Kementerian ESDM Harris mengatakan, hingga saat ini angka bauran energi baru dan terbarukan (EBT) baru tercapai 15 persen dari target sebesar 23 persen sampai 2025.
Foto: ANTARA/Budi Candra Setya
Anak-anak bermain dipantai Bohay dengan latar belakang PLTU Paiton di Probolinggo, Jawa Timur, Selasa (7/7/2020). Direktur Aneka Energi Baru Terbarukan Kementerian ESDM Harris mengatakan, hingga saat ini angka bauran energi baru dan terbarukan (EBT) baru tercapai 15 persen dari target sebesar 23 persen sampai 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melakukan berbagai upaya agar keberadaan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di berbagai daerah menjadi lebih ramah lingkungan dan tidak mengganggu kehadiran masyarakat sekitar. Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RM Karliansyah mengatakan, kehadiran PLTU ramah lingkungan dijamin melalui Peraturan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup No 15 tahun 2019.

"Peraturan yang ada di dalam Permen No 15 tahun 2019 ini menerapkan baku mutu yang jauh lebih ketat dari baku mutu sebelumnya," kata Karliansyah, akhir pekan ini. 

Melalui regulasi ini, menurut dia, pemerintah tidak membiarkan adanya kegiatan usaha yang mencemari lingkungan, sehingga masyarakat tidak perlu khawatir dengan adanya PLTU yang selama ini dianggap menjadi salah satu penyebab terjadinya kerusakan alam. Selain itu, pembinaan juga akan dilakukan terus menerus sehingga pengusahaan pembangkit lebih taat dengan integrasi pemantauan dengan CEMS (continous emission monitoring system) ke KLHK melalui SISPEK (Sistem Informasi Pemantauan Emisi Kontinu Perusahaan) sebagai bentuk perusahaan akan terawasi secara langsung.

Ia menambahkan penyusunan peraturan ini juga sudah melibatkan berbagai pemangku kepentingan, seperti instansi pembina (Kementerian ESDM), perusahaan, asosiasi, pemerintah daerah, dan perguruan tinggi. Baku mutu yang berlaku dalam peraturan ini jauh lebih ketat jika dibandingkan dengan baku mutu yang berlaku di lingkup regional Asia dan mengadopsi peraturan internasional.

 

Saat ini, banyak pembangkit telah menggunakan alat pengendali emisi, yaitu partikulat dengan Electrostatic Precipitator (ESP) atau Bag House Filter, Nitrogen Oxida (NOx) menggunakan Low NOx Burner dan Sulfur Dioksida (SO2) dengan Flue Gas Desulfurization (FGD).

Dalam kesempatan terpisah, Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman Hutajulu mengatakan, pencemaran lingkungan akibat pembangunan PLTU seharusnya tidak terjadi karena pemberian izin pengelolaan harus memenuhi syarat ramah lingkungan.

Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) menyatakan PLTU harus ramah lingkungan dan efisien dengan menerapkan teknologi rendah karbon dan tingkat efisiensi tinggi atau high efficiency and low emmission (HELE) sehingga tercapai biaya pokok penyediaan atau BPP yang murah. "Dengan teknologi HELE ini maka dipastikan akan memenuhi ambang batas yang telah ditetapkan oleh KLHK," katanya.

Ia juga menjelaskan, keberadaan PLTU berbahan bakar batu bara yang efisien mampu menekan biaya pokok penyediaan listrik sehingga dapat menciptakan ketersediaan harga jual listrik PLN kepada pelanggan yang lebih murah.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI), Arthur Simatupang mengatakan banyak PLTU di Indonesia yang menggunakan teknologi canggih sama seperti di negara-negara maju. Pembangkit tersebut rata-rata sudah menggunakan teknologi ultra supercritical boiler (USC) yang dapat menghasilkan pembakaran batu bara yang sempurna dengan emisi jauh lebih rendah sehingga lebih ramah lingkungan.

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement