Jumat 03 Feb 2023 09:53 WIB

Saham Energi Ini Masih Berpotensi Cuan saat Harga Batu Bara Turun

Sejumlah saham sektor energi masih menarik untuk dikoleksi di tengah tekanan.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Ahmad Fikri Noor
Karyawan mengamati pergerakan harga saham di Profindo Sekuritas Indonesia, Jakarta, Senin (2/1/2023). Sejumlah saham sektor energi masih menarik untuk dikoleksi di tengah tekanan yang dialami pada komoditas batu bara.
Foto: Republika/Prayogi
Karyawan mengamati pergerakan harga saham di Profindo Sekuritas Indonesia, Jakarta, Senin (2/1/2023). Sejumlah saham sektor energi masih menarik untuk dikoleksi di tengah tekanan yang dialami pada komoditas batu bara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah saham sektor energi masih menarik untuk dikoleksi di tengah tekanan yang dialami pada komoditas batu bara. Financial Expert Ajaib Sekuritas, Ratih Mustikoningsih, mengatakan bahwa emiten energi dengan diversifikasi bisnis berkelanjutan akan mendapatkan katalis positif. 

Pada 2023, secara sektoral, kinerja sektor energi dalam pergerakan year to date (ytd) mengalami koreksi 5,04 persen. "Terkoreksinya sektor energi sejalan dengan harga komoditas yang turun seperti batu bara dan migas," kata Ratih dalam risetnya dikutip pada Jumat (3/2/2023).

Baca Juga

Harga batu bara ICE Newcastle untuk kontrak bulan Maret saat ini tercatat di level 237,5 dolar AS per metrik ton, turun tajam dari puncaknya pada level 450 dolar AS per metrik ton tahun lalu. Harga minyak WTI juga mengalami kontraksi dari puncaknya sebesar 120 dolar AS per barel menjadi 76 dolar AS per barel. 

Terdapat beberapa faktor pendorong harga energi mengalami penurunan, di antaranya industri manufaktur Eropa masih berada di level kontraksi, yang menandakan aktivitas bisnis melemah karena output produksi dan permintaan juga turun. Hal ini sejalan dengan kenaikan suku bunga untuk menekan angka inflasi. 

Selain itu, inflasi mulai melandai akibat turunnya harga energi. Faktor terakhir, suhu musim dingin yang lebih hangat di kawasan Eropa menurunkan permintaan energi sebagai penghangat. 

Di samping faktor pendorong harga batu bara terkoreksi, ada katalis positif terkait bahan bakar batu bara yang masih lebih murah dibandingkan dengan energi lainya, seperti gas. Alhasil, sumber energi tersebut masih menarik bagi pasar Asia dan India. 

"Melihat katalis turunnya harga energi di tahun 2023 dengan pertimbangan gangguan rantai pasok yang mulai teratasi, kami melihat emiten energi dengan diversifikasi bisnis berkelanjutan akan mendapatkan katalis positif," kata Ratih. 

Beberapa emiten di sektor migas dan batu bara telah berencana dan memulai segmen bisnis pada energi terbarukan, seperti kendaraan listrik, membangun smelter nikel dan alumunium sebagai komponen kendaraan listrik, gasifikasi batu bara, serta memiliki bisnis penyewaan dan penjualan lahan. 

Namun, rencana diversifikasi tersebut pastinya membutuhkan dana dan waktu. Ratih melihat pembagian dividen emiten energi pada 2023 akan minim, mengingat ekspansi tersebut membutuhkan cash flow yang sehat. Oleh karena itu, dia menyematkan rating netral untuk sektor energi pada tahun ini. 

Baca juga : Saham Teknologi dan Bank Menghijau, IHSG Parkir di Zona Positif

Secara teknis, Ajaib Sekuritas melihat sejumlah emiten energi masih menarik untuk dicermati, di antaranya:

- AKRA dengan rekomendasi speculative buy di area Rp1.410-Rp1.425 dengan target harga pada resistance di level Rp 1.580 serta pertimbangkan cut loss apabila break support di level harga Rp 1.350.

- PGAS dengan rekomendasi speculative buy di area Rp1.600-1.605 dengan target harga pada resistance di level Rp1.720 serta pertimbangkan cut loss apabila break support di level harga Rp1.540.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement