Senin 04 Apr 2022 16:33 WIB

Terima Aspirasi APTRI, Kemendag Bakal Naikkan Harga Acuan Gula di Petani

Kemendag belum tentukan angka besaran kenaikan harga acuan gula

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Dua orang petani sedang memperbaiki saluran air di lahan tebu Desa Kerticala, Kecamatan Tukdana, Kabupaten Indramayu. Kementerian Perdagangan (Kemendag) menerima aspirasi dari Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) yang berharap agar harga acuan pembelian gula di petani dinaikkan. Meski demikian, Kemendag belum menjelaskan lebih detail mengenai besaran harga acuan tersebut.
Foto: Republika/Lilis Sri Handayani
Dua orang petani sedang memperbaiki saluran air di lahan tebu Desa Kerticala, Kecamatan Tukdana, Kabupaten Indramayu. Kementerian Perdagangan (Kemendag) menerima aspirasi dari Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) yang berharap agar harga acuan pembelian gula di petani dinaikkan. Meski demikian, Kemendag belum menjelaskan lebih detail mengenai besaran harga acuan tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) menerima aspirasi dari Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) yang berharap agar harga acuan pembelian gula di petani dinaikkan. Meski demikian, Kemendag belum menjelaskan lebih detail mengenai besaran harga acuan tersebut.

"(Harga acuannya) berbeda dengan usulan APTRI," kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kemendag, Oke Nurwan kepada Republika.co.id, Senin (4/4/2022).

Lebih lanjut, Oke mengatakan, mengenai aturan perubahan harga acuan itu, akan segera diumumkan. Adapun untuk harga acuan gula di tingkat konsumen, Oke tidak menjelaskan. Tercatat, harga acuan gula saat ini sebesar Rp 13.500 per kg, naik dari sebelumnya Rp 12.500 per kg. Kenaikan harga acuan di konsumen itu berdasarkan Surat Edaran Dirjen PDN Nomor 6 Tahun 2022.

Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) pada Kamis (31/3/2022) pekan lalu menemui jajaran Kemendag untuk menyampaikan aspirasi mengenai kenaikan harga acuan di tingkat petani.

 

APTRI mengusulkan agar Kemendag segera menaikkan besaran harga pokok pembelian (HPP) gula petani menjadi Rp 12.000 per kilogram (kg) dari HPP saat ini sebesar Rp 9.100 per kg.

Ketua Umum APTRI, Soemitro Samadikoen, mengatakan, HPP saat ini sudah merugikan petani karena jauh di bawah biaya produksi gula tebu yang kini sudah mencapai Rp 11 ribu per kg.

"HPP gula tani sebesar Rp 9.100 sudah enam tahun tidak naik dan ini sangat merugikan petani," kata Soemitro.

Tingginya biaya produksi tersebut terjadi mengingat adanya kenaikan ongkos pengolahan lahan, upah tenaga kerja, tebang angkut, biaya irigasi, pestisida hingga beban biaya pupuk. Sebab, selama ini petani tebu juga menggunakan pupuk non subsidi seiring pembatasan jatah pupuk subsidi.

Padahal, kata Soemitro, HPP gula petani idealnya harus di atas biaya produksi agar petani tebu tetap bisa merasakan keuntungan.

Ia menilai, usulan HPP gula petani sebesar Rp 12.000 per kilogram tersebut dianggap masih wajar agar petani mendapatkan keuntungan yang memadai dari usaha tani tebu selama satu tahun. HPP tersebut juga dianggap tidak memberatkan konsumen.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal APTRI, M Nur Khabsyin menyatakan, selain usulan kenaikan HPP gula petani, pihaknya juga mendesak pemerintah untuk segera menghabiskan stok gula konsumsi impor sebelum musim giling tahun 2022 dimulai.

Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi rembesan gula impor di pasaran. Sebab, rembesan gula impor selama ini merusak harga gula petani. "Seluruh stok gula impor konsumsi yang ada saat ini harus segera dihabiskan sebelum musim giling 2022 ini," kata Khabsyin.

Selain itu, APTRI juga mendesak pemerintah untuk menugaskan importir gula agar membeli gula petani pada musim giling tahun 2022 ini.

"Seluruh importir gula agar ditugaskan  membeli gula petani saat musim giling agar harga gula petani tetap terjaga," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement