Ahad 23 Jan 2022 18:56 WIB

Pasokan Minyak Goreng Minim, Aprindo Klaim Ada Kendala Distribusi

Aprindo menyebut saat ini stok di toko ritel kemungkinan tinggal 10 persen

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Penjualan minyak goreng habis di salah satu retail modern wilayah Jombang, Jawa Timur. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, mengatakan pasokan minyak goreng di toko ritel modern semakin menipis. Menurutnya, antusias masyarakat untuk membeli minyak goreng masih tinggi setelah kebijakan satu harga diberlakukan.
Foto: istimewa
Penjualan minyak goreng habis di salah satu retail modern wilayah Jombang, Jawa Timur. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, mengatakan pasokan minyak goreng di toko ritel modern semakin menipis. Menurutnya, antusias masyarakat untuk membeli minyak goreng masih tinggi setelah kebijakan satu harga diberlakukan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, mengatakan pasokan minyak goreng di toko ritel modern semakin menipis. Menurutnya, antusias masyarakat untuk membeli minyak goreng masih tinggi setelah kebijakan satu harga diberlakukan. 

Di sisi lain, Roy mengatakan, pasokan dari produsen dan distributor tidak lancar sehingga persediaan minyak goreng menjadi minim. "Stok yang ada di gerai ritel modern semuanya sudah dikeluarkan. Saat ini yang menjadi titik kritis adalah pasokan yang minim dari distributor," kata Roy kepada Republika, Ahad (23/1/2022).

Baca Juga

Roy memperkirakan persediaan minyak goreng yang ada di gudang toko ritel modern saat ini hanya tersisa sekitar 10-15 persen. Jika distributor tidak segera memasok, Roy memastikan ketersediaan minyak goreng akan habis dalam waktu dekat. 

Dibandingkan dengan total minyak goreng yang harus dipasok, menurut Roy, kebutuhan pasokan toko ritel modern terbilang sangat kecil. Dari 250 juta liter minyak goreng per bulan yang menjadi komitmen pemerintah, hanya sekitar 10 persen saja yang dialokasikan ke toko ritel modern. 

"Padahal kebutuhan ritel modern hanya hanya 25 juta liter per bulan, sisanya 90 persen untuk pasar tradisional, UMKM, operasi pasar. Yang 10 persen saja tidak komit apalagi yang 90 persen,"  kata Roy.

Roy tidak dapat memastikan kendala yang dihadapi distributor sehingga harus menghentikan distribusi minyak goreng ke gudang-gudang toko ritel modern. Padahal, pemerintah sudah menyediakan dana subsidi untuk ongkos kirim, PPN, hingga biaya transaksi dari retail atas selisih harga minyak goreng lama dan baru. 

"Pada prinsipnya pemerintah  memastikan tidak ada pihak yang dirugikan dengan kebijakan minyak goreng satu harga ini, tapi kenyataannya kami tetap tidak menerima pasokan itu. Kami juga tidak bisa memaksa produsen atau distributor untuk mengeluarkan pasokan," jelas Roy.

Sampai saat ini, Roy mengatakan Aprindo terus berupaya melakukan komunikasi intensif dengan pemerintah khususnya Kementerian Perdagangan. Roy berharap pemerintah bisa mengambil tindakan tegas untuk mengatasi kendala distribusi ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement