Jumat 24 Sep 2021 09:57 WIB

BI-Pemerintah Siapkan Insentif Penggunaan LCS

Meski tak wajib, penggunaan LCS dinilai banyak manfaatnya bagi pelaku usaha.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Fuji Pratiwi
Logo Bank Indonesia. BI bersama pemerintah menyiapkan insentif bagi pelaku usaha yang memanfaatkan LCS.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Logo Bank Indonesia. BI bersama pemerintah menyiapkan insentif bagi pelaku usaha yang memanfaatkan LCS.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penggunaan mata uang lokal atau local currency settlement (LCS) dalam perdagangan bilateral khususnya kawasan ASEAN sedang digencarkan Bank Indonesia (BI).

Direktur Eksekutif Kepala Departemen Internasional Bank Indonesia Doddy Zulverdi mengatakan, BI sedang membahas sinergi dengan pemerintah untuk meningkatkan adopsi LCS melalui insentif. "Kita sudah ada kesepakatan, saat ini pemerintah sedang dalam kajian untuk membantu memberikan insentif bagi pelaku ekonomi yang menggunakan LCS dalam bentuk kemudahan pelayanan ekspor impor," kata Doddy dalam Webinar LCS Infobank, Kamis (23/9).

Baca Juga

Doddy menegaskan, transaksi bilateral dengan mata uang lokal ini bukan suatu kewajiban bagi pelaku usaha. Kebijakan ini bersifat mekanisme pasar. Namun demikian, para pelaku usaha yang mengimplementasikannya akan mendapat banyak keuntungan.

Ia meyakini tanpa insentif pun kebijakan ini akan banyak memberi manfaat pada pelaku usaha. Dengan adanya insentif, para pelaku usaha diharap akan semakin tertarik untuk menggunakan mata uang lokal dalam setiap transaksi dagang mereka.

Lebih jauh, Doddy juga menjelaskan bahwa BI akan terus memperluas kerja sama transaksi LCS dengan negara-negara lain, terutama mitra dagang. Meskipun demikian, ia belum bisa menjelaskan soal negara-negara mana saja yang akan disasar sebagai tujuan LCS. Sebabnya, transaksi ini memerlukan persetujuan dari kedua negara yang bersangkutan.

Doddy juga memastikan negara mitra transaksi LCS selanjutnya masih akan berada dalam kawasan Asia Tenggara. Ia menyebut banyak mitra dagang prospektif Indonesia baik di Asia, Australia, maupun Timur Tengah. Dengan demikian, sinergi antar kawasan dapat ditingkatkan.

"Masih cukup banyak mitra utama kita, di Asia Timur ada Taiwan, Asia Selatan ada India, di Timur Tengah ada Arab Saudi, Asia Tenggara masih ada Filipina, Australia juga, ini masih masuk di kawasan kita. Kita belum akan keluar kawasan," paparnya.

Langkah ini salah satunya untuk mengurangi tekanan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Hal inilah yang mendorong Bank Indonesia untuk kerja sama LCS dengan negara-negara lain.

Saat ini sudah ada empat negara yang menerapkan LCS dengan Indonesia yakni bank sentral Jepang, Malaysia dan Thailand. Yang terbaru, Bank Indonesia bekerja sama dengan bank sentral China atau People's Bank of China (PBoC).

Dengan terus memperluas pengimplementasian LCS ke negara-negara mitra lainnya baik di ASEAN maupun luar ASEAN, peran Rupiah diharap akan semakin tinggi. LCS merupakan upaya BI untuk meninggalkan dominasi dolar AS dalam transaksi perdagangan dan investasi.

"Tentu kita berharap peran rupiah juga akan menguat di kawasan," kata Doddy.

Dengan penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan bilateral, permintaan dolar AS berpotensi berkurang. Setelah BI melakukan kerja sama penyelesaian transaksi bilateral dengan beberapa bank sentral negara Asia, LCS berpotensi mengurangi porsi permintaan dolar AS. Ini akan membuat rupiah lebih stabil karena ketergantungan terhadap dolar AS akan berkurang.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement