Selasa 26 Jan 2021 01:21 WIB

SWF Opsi Indonesia Keluar dari Jebakan Negara Kelas Menengah

Saat ini peran SWF menjadi sangat penting bagi Indonesia.

Lembaga pengelola investasi atau Sovereign Wealth Fund (SWF).
Foto: Tim Infografis Republika.co.id
Lembaga pengelola investasi atau Sovereign Wealth Fund (SWF).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Makroekonomi dan Direktur Strategi Investasi PT Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat menilai Lembaga Pengelola Investasi (LPI) alias Sovereign Wealth Fund (SWF) yang kini bernama Indonesia Investment Authority (INA), bisa menjadi opsi Indonesia untuk keluar dari jebakan negara berpendapatan kelas menengah atau middle income trap.

"SWF menjadi terobosan yang patut ditempuh agar Indonesia masih bisa keluar dari risiko middle income trap, tanpa membebani kondisi keuangan negara yang saat ini sudah begitu besar," ujar Budi Hikmat melalui keterangan yang diterima di Jakarta, Senin (25/1).

Baca Juga

Menurut Budi, peran SWF menjadi sangat penting bagi Indonesia. Mengutip laporan Bank Dunia tahun 2014 Indonesia: Avoiding the Trap, Indonesia berisiko growing old before growing rich alias 'tuwir sebelum tajir' jika pertumbuhan ekonomi rata-rata dalam periode 2013-2030 hanya berkisar enam persen.

Untuk mencegah kemalangan itu, pemerintah berupaya memperkuat infrastruktur dan sumber daya manusia, mengikuti saran Bank Dunia.

Namun, lanjut Budi, polemik perang dagang 2019 dan pandemi Covid-19 2020 telah memperburuk risiko 'tuwir sebelum tajir' 2030 saat penduduk Indonesia mulai menua. Upaya mempercepat penyediaan infrastruktur untuk memacu produktivitas dan daya saing, telah memperberat kondisi keuangan perusahaan milik negara (BUMN).

"Negara ini harus bisa meningkatkan PDB per kapita yang saat ini sekitar 4.500 dolar AS per tahun menjadi minimal 12.000 dolar AS per tahun dalam waktu 10 tahun hingga 2030. Atau butuh pertumbuhan per tahun 10,3 persen dalam dolar," katanya.

Sementara itu, beban negara bakal bertambah apabila BUMN tersebut jatuh bangkrut meninggalkan infrastruktur yang belum membuahkan hasil. Di samping itu, beban pembayaran bunga naik, dari sekitar 12 persen pendapatan negara menjadi 21 persen.

"Itu adalah beban yang luar biasa tinggi sehingga membatasi negara dalam berutang," ujar Budi.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement