Rabu 22 Jul 2020 04:09 WIB

Mendagri: Pilkada Mampu Bangkitkan Sektor Ekonomi dan UMKM

Sebanyak 40 persen anggaran pilkada dipakai untuk alat pilkada dan penanganan Covid.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Friska Yolandha
Mendagri Tito Karnavian menjawab pertanyaan wartawan usai melaksanakan rapat persiapan pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2020 di Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (17/7/2020).Kunjungan kerja mendagri tersebut untuk mengecek kesiapan dan pemantapan penyelenggaraan pilkada serentak pada 9 Desember 2020.
Foto: ANTARA/Mohamad Hamzah
Mendagri Tito Karnavian menjawab pertanyaan wartawan usai melaksanakan rapat persiapan pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2020 di Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (17/7/2020).Kunjungan kerja mendagri tersebut untuk mengecek kesiapan dan pemantapan penyelenggaraan pilkada serentak pada 9 Desember 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian mengatakan, Pilkada 2020 yang berlangsung di 270 daerah akan mampu membangkitkan sektor ekonomi dan usaha mikro kecil menengah (UMKM). Menurut dia, pilkada menjadi program padat karya yang akan memperkuat daya beli masyarakat.

"Anggaran dari APBD lebih kurang Rp 15 triliun, kemudian dari APBN Rp 5 triliun, kalau ditambah dari kontestan tentu akan keluar biaya untuk Pilkada ini lebih kurang Rp 20 triliun, akan tersebar 60 persen untuk insentif penyelenggara," ujar Tito dalam siaran pers Kemendagri, Selasa (21/7).

Baca Juga

Hal itu disampaikan Tito pada Rapat Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional secara virtual, yang dipimpin oleh Menko Perekonomian, Selasa. Menurut Tito, dana pilkada yang bersumber dari APBN dan APBD berdampak pada penanganan Covid-19 dan memulihkan UMKM.

Tito menyebutkan, anggaran pilkada sebesar 40 persen akan digunakan untuk membeli alat pilkada maupun penanganan Covid-19 seperti masker. Dengan demikian, dana pilkada akan mengalir ke pelaku UMKM, sekaligus bermanfaat dalam upaya pengendalian Covid-19 karena pemenuhan alat pelindung diri (APD).

Tito lagi-lagi berkesempatan meminta para calon kepala daerah menggunakan alat peraga kampanye (APK) berupa masker dan hand sanitizer. Tito memperbolehkan APK berupa masker dan hand sanitizer dengan foto kandidat kepala daerah.

"Bahkan kontestan sudah kita minta, boleh menggunakan alat peraga (kampanye) berupa masker atau hand sanitizer dengan gambar mereka atau nomor pilihan mereka, sehingga ini akan menimbulkan gerakan masif," kata Tito.

Padahal, APK berupa masker dan hand sanitizer belum diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) tentang kampanye maupun PKPU Nomor 6 Tahun 2020 tentang pelaksanaan Pilkada serentak lanjutan dalam kondisi bencana nonalam Covid-19. Pasal 61 PKPU 6/2020 menyebutkan, APK yang dibuat atau dicetak KPU meliputi baliho, billboard, atau videotron, umbul-umbul, dan spanduk, dengan ketentuan jumlah masing-masing.

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengatakan, KPU hingga kini masih merumuskan rancangan perubahan PKPU tentang kampanye untuk Pilkada 2020. KPU belum menerima secara resmi usulan Tito terkait APK berupa masker dan hand sanitizer.

"Masker dan hand sanitizer memang belum masuk. Untuk memasukkan tambahan itu tentu perlu kajian apa kira-kira positifnya dan dampak yang ditimbulkan. Nanti akan dilihat sejauh mana urgensi melakukan perubahan-perubahan itu," kata Raka kepada Republika.co.id, Senin.

Ia mengatakan, KPU terbuka dalam menerima masukan dan saran dari berbagai pihak terhadap pelaksanaan setiap tahapan Pilkada di tengah pandemi Covid-19. Akan tetapi, setiap gagasan harus dipertimbangkan dan dikaji secara komprehensif agar tidak bertentangan dengan aturan yang berlaku.

Namun, menurut dia, masker dengan foto pasangan calon kepala daerah atau logo partai politik, berpotensi digunakan pemilih hingga ke tempat pemungutan suara (TPS) pada 9 Desember 2020 mendatang. Padahal, masa tenang dan pembersihan alat peraga harus sudah dimulai sejak 6 Desember 2020.

Raka juga mempertanyakan, jaminan masker yang nantinya dibagikan itu memenuhi standar protokol kesehatan pencegahan dan pengendalian Covid-19 atau tidak. KPU harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan DPR RI, pemerintah, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), pegiat pemilu, maupun pakar di bidang kesehatan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement