Ahad 14 Aug 2022 22:01 WIB

Energi Baru Terbarukan Dinilai Sudah Jadi Suatu Kebutuhan Mendesak

Saat ini semua negara Anggota G20 telah menetapkan target Net Zero Emission (NZE).

Energi terbarukan/ilustrasi.
Foto: abc
Energi terbarukan/ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) terus digalakkan di Indonesia. Hal itu dilakukan bentuk peralihan sumber energi yang masih bergantung pada energi fosil dan diketahui terus langka. Pemerintah Indonesia telah sepakat, mewujudkan target penurunan emisi sesuai tercantum dalam Paris Agreement, salah satu usaha yang dapat dilakukan ialah melalui peningkatan penggunaan sumber energi terbarukan atau energi ramah lingkungan.

Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto menilai bahan bakar fosil seperti minyak bumi, batu bara, dan gas alamdianggap menjadi masalah serius. Sebab menimbulkan banyak dampak negatif bagi kehidupan di bumi.

Baca Juga

Maka itu, Indonesia harus segera masuk ke energi baru terbarukan (EBT) karena memiliki potensi cukup besar. Langkah yang diambil pemerintah sosialisasi mendapat dukungan masyarakat dan meningkatkan penguasaan teknologi.

“Indonesia harus masuk energi baru terbarukan. Energi fosil problemnya sangat serius. Fosil terdiri dari minyak, gas dan batu bara keberadaanya sangat terbatas,” kata dia dalam seminar bertajuk 'Kemerdekaan Energi di Tengah Krisis Global' yang digelar Indonesia Digital Pos di Aston Kartika Grogol Hotel & Conference, Jakarta Barat.

Sebelumnya, dilansir dari Antara, Ahad (14/8/2022), Sugenh menyatakan Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT) dipastikan bakal siap pada tahun 2022 meski untuk pengesahannya diyakini bakal menemui jalan yang relatif terjal.

Sugeng Suparwoto menyatakan, RUU yang mendorong penggunaan energi terbarukan sebagai pengganti energi fosil ini sudah sampai pada tahap harmonisasi dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.

"Mengharmonisasikan juga tidak mudah, ada sekian undang-undang yang akan dipayungi oleh undang undang tersebut, ada klausul menimbang, klausul mengingat dan sebagainya,” ungkap Sugeng.

Selain Sugeng, diskusi itu dihadiri oleh Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana; Pengamat Energi yang juga Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro; Senior Vice President Research Technology and Innovation PT Pertamina (Persero) Oki Muraza; dan Subkoordinator Pengatur Ketersediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Christian Tanuwijaya.

Sugen melanjutkan, cadangan minyak Indonesia terus menipis setiap tahunnya. Pada tahun 2021, data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat cadangan minyak Indonesia sebesar 3,95 miliar barel. Cadangan itu terdiri dari 2,25 miliar cadangan terbukti dan 1,7 miliar cadangan potensial.

“Cadangan seperti ini tinggal 10 tahun saja. Minyak sangat rentan dengan fluktuasi politik dunia,” ujar Sugeng. 

Saat ini produksi minyak berkisar angka 700 ribu barel per hari. Sedangkan kebutuhannya mencapai di atas 1 juta barel per hari.

Menurut keterangan Kementerian ESDM, cadangan minyak bumi di Indonesia akan tersedia hingga 9,5 tahun mendatang, sementara umur cadangan gas bumi Indonesia mencapai 19,9 tahun.

Sementara pembakaran batu bara, ketika dibakar elepaskan sulfur dalam bentuk gas belerang dioksidan (SO2). Juga menghasilkan partikel katbon hitam dalam jumlah banyak. Itu sebabnya batu bara bahan bakar paling kotor.

Pembakaran batu bara selama satu abad terakhir telah menyebabkan bumi menjadi lebih panas. Kondisi tersebut, pemanasan global, membuat perubahan iklim mengganggu stabilitas alam.

“Bangsa indonesia kalau mau eksis ke depan, harus masuk energi baru terbarukan,” ungkap Sugeng.

Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) sudah memasuki tahap harmonisasi. Pemerintah dengan DPR telah selesai menyusun daftar inventarisasi masalah (DIM).

Rapat Paripurna DPR RI ke-25 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2021-2022 menyetujui RUU Inisiatif Komisi VII DPR, tentang Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBT) menjadi RUU usulan DPR.

“Komisi VII DPR segera akan menyusun Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan. Itu lah tidak pernah sampai, karena tidak mudah. Hari ini, politik kita adalah politik fosil,” kata dia.

Saat ini semua negara Anggota G20 telah menetapkan target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2050-2070 tergantung pada kondisi ekonomi, sosial, energi, dan kemampuan teknologi dimiliki masing-masing negara. Indonesia sendiri menetapkan NZE pada tahun 2060 atau lebih cepat apabila ada dukungan internasional. 

Direktur Utama Indonesia Digital Pos Syarif Hidayatullah mengatakan, diskusi publik secara daring dan luring itu tersebut diselenggarakan dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun RI ke-77 yang memfokuskan pada pertahanan energi. 

“Kita berharap ada ide dan terobosan menarik yang berguna bagi para stakeholder energi nasional dan diskusi  ini bisa bermanfaat bagi masyarakat luas,” kata Syarif.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE), Dadan Kusdiana menyatakan, percepatan pemanfaatan energi terbarukan bukan suatu pilihan melainkan sebuah keharusan.

"Energi terbarukan menurut saya bukan suatu pilihan. Bahwa ini sudah tidak ada pilihannya. Kita pilihannya hanya itu," ujarnya. 

Menurut Dadan, energi fosil, batu bara, minyak bumi kemudian gas alam itu digunakan untuk mengantarkan percepatan Net Zero Emission. 

"Angkanya ini di tahun 2060, kalau bisa lebih cepat dengan dukuungan dari internasional. Tetap mendorong produksi migas naik, tapi pemanfaatanya bergeser ke arah energi menjadi ke arah sebagai bahan baku material," kata dia.

Pengamat Energi yang juga Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mempertanyakan komitmen pemerintah melaksanakan percepatan pengembangan energi baru terbarukan. Sebab, pembahasan hal tersebut bukan baru kali pertama digaungkan.

"Kalau pemerintah tidak punya komitmen untuk mengembangkan EBT ini hanya cerita saja, dari tahun ke tahun. Ketika harga fosil meningkat, cerita ini cukup menarik," ucapnya. 

"Jadi cermati saja, tahun 2005 ketika harga fosil naik signifikan. Tahun 2009 pembahasan EBT luar biasa intens.Tapi ketika sudah melandai, itu hilang kembali," ujara dia menambahkan.

Senior Vice President Research Technology and Innovation PT Pertamina (Persero) Oki Muraza mengatakan, kontribusi Pertamina menambah bauran energi hijau untuk listrik yang pertama memanfaatkan panas bumi sangat potensial dari 23,76 gigawatt (GW).

"Kami sedang mengejar kapasitas kami. Jadi saat ini kapasitas terpasang di Pertamina Geothermal Energy (PGE) itu 672 megawatt kami sedang berusaha mengejarnya lebih 1.100 megawatt," kata Oki.

Subkoordinator Pengatur Ketersediaan BBM BPH Migas Christian Tanuwijaya mengemukakan, komitmen soal Program BBM Satu Harga di daerah 3T (tertinggal, terdepan dan terluar) di seluruh Indonesia yang dilaksanakan Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

BPH Migas secara konsisten sejak tahun 2017 mengawal pelaksanaan pembangunan penyalur BBM 1 Harga agar target tersebut dapat tercapai.

"Ada satu program penyalur BBM satu harga. Jadi dasar hukum program ini adalah SKK Migas tangga 19 Agustus tahun 2021 terkait perubahan kedua.

Keputusan pertama ini terkait lokasi tertentu untu pendistribusian sudah ada 413 lokasi yang kita targetkan sampai 2024," kata dia.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement