Senin 21 Jun 2021 20:07 WIB

Kokowagayo, Koperasi Kopi Wanita Gayo yang Mendunia

Per tahun, kapasitas produksi Kokowagayo mencapai 450 ribu ton.

Rep: Vina Anggita (swa.co.id)/ Red: Vina Anggita (swa.co.id)
.
.

Koperasi Kopi Wanita Gayo (Kokowagayo) menjadi satu-satunya koperasi wanita di kawasan Asia Tenggara yang masuk dalam organisasi petani kopi wanita internasional berbasis di Peru, Amerika Selatan, yaitu Organic Product Trading Company (OPTCO) Cafe Femenino.

Ketua Kokowagayo, Rizkani Melati mengatakan, seluruh anggota koperasi ini diisi petani kopi perempuan yang berjumlah 409 orang dan mengelola lahan sebanyak 342 hektare. "Kami menjual green bean, pasarnya mayoritas sekitar 70persen ke Amerika Serikat, 20 persen ke Eropa, dan sisanya 10 persen ke Australia dan Asia," rincinya.

Saat ini, aset Kokowagayo mencapai Rp 8,5 miliar. Sementara per tahun, kapasitas produksi Kokowagayo mencapai 450 ribu ton. Sekitar 20 kontainer atau sekitar 422.400 ton, diperuntukkan bagi pasar luar negeri. Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Bener Meriah, Dailami merinci, jumlah petani di Bener Meriah mencapai 64 ribu. Namun, mayoritas lahan kopi di Kabupaten Bener Meriah masih dikelola secara perorangan.

“Tapi kami semua di sini punya keunggulan karena ditanam secara organik. Paling hanya 1 persen yang pakai pupuk," kata Dailami. Sehingga tak heran, kata Dailami, kopi Gayo asal Bener Meriah ini mampu menarik pasar dunia. Di Bener Meriah, sambung dia lagi, pembeli kopi petani banyak dilakukan oleh beberapa koperasi. Di antaranya Koperasi Buana Mandiri, Koperasi Bahtera Permata Gayo, dan termasuk Kokowagayo.

"Kokowagayo ini sudah mendunia. Menjadi kebanggaan Indonesia, bahwa ada koperasi wanita kiprahnya diakui secara internasional," ucap Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki dalam kunjungan kerjanya ke Kokowagayo di Bener Meriah, Aceh Tengah beberapa waktu lalu.

Kopi Gayo dari Aceh Tengah, kata Teten, memang menjadi salah satu kopi terbaik yang diakui dunia. Namun, ada beberapa kendala yang dihadapi para petani kopi gayo di Aceh Tengah, termasuk Kokowagayo, yaitu masalah harga dan kualitas kopi. Menuru Teten, saat ini, harga kopi mulai membaik menjadi US$6 atau setara Rp 86.299 per kilogram (kg) di pasar New York. Sebelumnya hanya di angka 5,9 dolar AS atau setara Rp 84.916 per kg.

"Sementara harga kopi kita ini sebenarnya mahal, di harga 11 dolar AS atau sekitar Rp 158.270 per kilogram. Kenaikan harga kopi ini kemungkinan karena produksi dunia yang turun, termasuk Brazil. Ini bisa berimbas pada permintaan kopi Indonesia akan tinggi. Jadi, stok lama di dalam negeri bisa diserap pasar luar negeri," imbuhnya.

Di tengah harga komoditas pertanian yang turun di saat panen raya, justru kopi melimpah. Untuk itu Teten menegaskan, agar tata niaga kopi di Aceh Tengah diperbaiki. Terutama kelembagaannya lewat koperasi. “Saya mengusulkan agar memperkuat koperasi-koperasi di sektor pangan/riil. Karena 59% koperasi masih banyak yang bergerak di sektor simpan pinjam," pintanya.

Begitupun Rizkani yang berharap dukungan KemenKopUKM dan juga LPDB-KUMKM agar koperasi-koperasi lain bisa membantu menumbuhkan ekonomi petani kopi.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan swa.co.id. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab swa.co.id.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement