Jumat 10 Sep 2021 00:35 WIB

ACT Soroti Masalah Krisis Air di Kabupaten Bekasi

Ada 100 keluarga yang mengandalkan satu-satunya sumber air bersih di kampung tersebut

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Gita Amanda
Air. Ilustrasi. Kawasan pesisir Bekasi mengalami persoalan yang tak kalah pelik, yakni krisis air bersih. (ilustrasi)
Foto: Google
Air. Ilustrasi. Kawasan pesisir Bekasi mengalami persoalan yang tak kalah pelik, yakni krisis air bersih. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kawasan pesisir Bekasi selain menyimpan beragam potensi laut, juga memiliki persoalan yang nyatanya hingga kini belum dapat teratasi optimal. Alih-alih percepatan kenaikan permukaan air laut, penurunan permukaan tanah, hingga ancaman tenggelam sebagai dampak pemanasan global yang belakangan santer terdengar, warga di kawasan pesisir Bekasi justru mengalami persoalan yang tak kalah pelik, yakni krisis air bersih.

Hal ini tampaknya sejalan dengan laporan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) pada 9 Agustus 2021 yang dalam laporan tersebut menyatakan, perubahan iklim sudah tidak terkendali. IPCC memperingatkan, krisis air menjadi salah satu ancaman akibat perubahan iklim.

Baca Juga

Seorang warga Kampung Sisik Sangkal, Desa Samudrajaya, Tarumajaya, Bekasi, Isah (60 tahun) mengungkapkan, krisis air bersih dialaminya sejak ia tinggal dan menetap di kampung tersebut. Isah dan warga seringkali mengalami krisis air bersih baik ketika musim kemarau maupun musim hujan.

Hingga kini, Isah mengatakan, 100 lebih keluarga yang ada di kampung tersebut hanya bisa mengandalkan satu-satunya sumber air bersih yang biasa mereka sebut sebagai balongan. "Biasa ngambil di balongan, setiap pagi sama sore ambil dua jeriken. Tapi antre, apalagi kalau lagi musim kering begini. Sulit kami kalau musim kemarau begini," kata Isah dalam keterangan pers Aksi Cepat Tanggap (ACT), Kamis (9/9).

Namun, selain balongan, menurut Isah, ada saja warga yang terpaksa mengambil air sungai untuk kebutuhan sehari-hari seperti mandi dan mencuci, terutama saat musim hujan karena kondisinya lebih baik. Apabila musim kemarau, air tersebut menjadi asin dan menghitam.

"Kalau buat masak kita beli, dua hari sekali. Pernah juga kita coba bikin sumur bor tapi karena nggak dalam, airnya asin, nggak ada hasil jadinya," katanya.

Kesulitan air juga dialami oleh warga di kampung lainnya. Santi, seorang ibu rumah tangga di Kampung Sukaduri, mengatakan, sumber air di wilayahnya hanya terdapat satu sumur, itu pun kondisinya sudah memprihatinkan, sebab, mesin pompa yang butuh perbaikan. Krisis air semakin parah ketika musim kemarau tiba.

"Jadi ya ngantre, angkut airnya juga sekuatnya saja. Dari pagi sampai sore itu sumur dipakai sama warga sekampung, kurang lebih ada kali 50an KK, kecuali kalau air kali lagi adem (bening) itu banyak juga yang ambil dari air kali buat mandi sama cuci, daripada antre kelamaan, jadi yang ada aja dipakai," tuturnya.

Kondisi tersebut diakui Santi dialami sejak ia masih berusia anak-anak. Miris memang, sebab, air bersih seolah masih menjadi barang mewah yang langka bagi warga di Tarumajaya, Bekasi. Baik di Kampung Sisik Sangkal dan Kampung Sukaduri, mayoritas warganya berprofesi sebagai nelayan dengan pendapatan yang tidak menentu, mulai dari Rp 1 juta hingga paling besar Rp 2 juta. Uang tersebut digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk membeli air bersih untuk konsumsi.

"Nggak tentu, kadang juga nggak dapat sama sekali (uang). Tapi rata-rata memang pekerjaannya sebagai nelayan, ada juga serabutan," ungkap Dwi, salah satu warga setempat.

Krisis air bersih yang menghantui warga pesisir Bekasi hanya sebagian kecil dari kasus krisis air bersih secara nasional maupun global. Namun begitu, dampak yang dirasakan oleh warga sangatlah besar. Permasalahan tersebut menjadi ancaman nyata bagi kesehatan dan kehidupan warga pesisir apabila tidak dituntaskan secara masif dan efektif.

Kepala Cabang Aksi Cepat Tanggap (ACT) Bekasi Rizky Renanda, mengatakan, tentu ini sangat berisiko buat kesehatan dan kehidupan warga di Tarumajaya, Bekasi, yang tentunya kami lembaga kemanusiaan melihatnya dari kacamata kemanusiaan.

"Ini masalah serius yang harus dituntaskan. Harus berapa lama lagi warga di pesisir Bekasi ini harus berhadapan dengan masalah air bersih. Ini menyangkut hidup dan mati manusia masalah air ini," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement