Kamis 13 Oct 2022 16:05 WIB

Kemenag: Pembimbing Haji Perempuan tidak Harus Daiyah atau Ustazah

Ada alasan perlu menambah jumlah pembimbing haji perempuan.

Rep: Zahrotul Oktaviani / Red: Agung Sasongko
Jamaah calon haji mengikuti acara pelepasan di Pendopo Gubernur Kalimantan Barat di Pontianak, Kalimantan Barat, Selasa (14/6/2022). Sebanyak 1.146 calon haji dari Kalimantan Barat yang terdiri dari 529 laki-laki dan 617 perempuan akan diberangkatkan ke tanah suci melalui Bandara Supadio pada 15-17 Juni 2022.
Foto: ANTARA/Jessica Helena Wuysang
Jamaah calon haji mengikuti acara pelepasan di Pendopo Gubernur Kalimantan Barat di Pontianak, Kalimantan Barat, Selasa (14/6/2022). Sebanyak 1.146 calon haji dari Kalimantan Barat yang terdiri dari 529 laki-laki dan 617 perempuan akan diberangkatkan ke tanah suci melalui Bandara Supadio pada 15-17 Juni 2022.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) menekankan pentingnya menambah jumlah pembimbing haji perempuan, utamanya yang telah tersertifikasi. Untuk menjadi pembimbing haji, disebut tidak harus berasal dari kalangan ustazah ataupun da'iyah.

"Saya kira nggak, tidak harus dari kalangan dai/daiyah atau ustazah. Mereka yang concern dalam bidang bimbingan manasik haji dan umrah bisa terlibat," kata Direktur Bina Haji Ditjen PHU, Arsad Hidayat, saat dihubungi Republika, Kamis (13/10/2022).

Baca Juga

Ia menyebut, siapapun yang memiliki minat atau sudah punya pengalaman sebagai pembimbing haji namun belum sertifikasi, bisa ikut dalam proses sertifikasi pembimbing haji ini.

Dorongan untuk menambah jumlah pembimbing haji perempuan ini disampaikan memiliki beberapa alasan. Alasan pertama, hal ini sejalan dengan arahan dari Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang disampaikan saat Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Haji akhir Agustus lalu.

Dalam kegiatan itu, Menag melihat perlu dilakukan penguatan melalui penambahan para pembimbing, khususnya pembimbing perempuan. Jumlah jamaah haji perempuan Indonesia, baik dalam kuota normal 221ribu maupun pelaksanaan haji 2022 kemarin, angkanya konstan sekitar 55 persen.

"Angkanya ini konstan, sekitar 55 persenan. artinya lebih banyak jamaah haji perempuan dibanding jamaah haji laki-laki. Maka perlu ada pemenuhan pembimbing ibadah haji perempuan," lanjut dia.

Alasan kedua disebut berkaitan dengan fiqih haji perempuan yang terkadang tidak bisa dikomunikasikan secara terbuka, terlebih bila pembimbingnya laki-laki. Arsad menyebut hal ini menjadi permasalahan yang perlu dicari jawaban dan jalan keluarnya.

Hingga saat ini, ia menyebut jumlah pembimbing haji di Indonesia yang telah memiliki sertifikat sebanyak 8.662 orang. Dari total tersebut, pembimbing ibadah haji perempuan sebanyak 1.011 atau sekitar 11,6 persen.

Melihat angka tersebut, Arsad merasa optimis dan menilai hal ini potensial untuk ditingkatkan. Mereka bisa turut dilibatkan sebagai petugas pembimbing ibadah baik di kelompok terbang (kloter) maupun di non-kloter atau PPIH Arab Saudi.

Kaitannya dengan pelaksanaan sertifikasi pembimbing haji, ada beberapa persayaratan yang harus diikuti. Salah satunya dari sisi usia agar tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua, berkaitan dengan kematangan emosi, pengalaman dan tenaga atau daya tahan tubuh.

"Mereka juga diharap punya pengalaman haji, karena dari sisi teori dan praktik sudah dimiliki. Yang lainnya berkaitan dengan pendidikan, karena nanti akan menjadi leader dan mengarahkan jamaah, saya kira pendidikan minimal yang harus dimiliki adalah S1," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement