Kamis 14 Jul 2022 12:32 WIB

Republika dan Sejarah Filantropi Islam di Indonesia

Republika mendirikan Dompet Dhuafa pada 1994.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Republika menggelar seminar bertema Masihkah Filantropi Islam Bisa Dipercaya? yang digelar di Kantor Harian Republika, Jakarta Selatan, Kamis (14/7/2022). 
Foto: Dok Republika
Republika menggelar seminar bertema Masihkah Filantropi Islam Bisa Dipercaya? yang digelar di Kantor Harian Republika, Jakarta Selatan, Kamis (14/7/2022). 

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Republika menggelar seminar bertema "Masihkah Filantropi Islam Bisa Dipercaya?" secara daring dan luring di kantor Republika. Pemimpin Redaksi (Pemred) Republika, Irfan Junaidi, dalam sambutannya menyampaikan sejarah hubungan Republika dan filantropi Islam di Tanah Air.

Irfan mengatakan, Republika menjadi salah satu yang ikut menancapkan filantropi Islam dengan menghadirkan Dompet Dhuafa pada tahun 1994. Kelahiran Dompet Dhuafa berawal dari kegelisahan teman-teman jurnalis melihat situasi dan kondisi waktu itu.

Baca Juga

"Di samping itu, ada peraturan yang melarang kita (jurnalis Republika) untuk menerima amplop dari luar, tapi sebagian teman-teman dalam kondisi tertentu tidak bisa menolak amplop itu, kemudian amplop-amplop itu dikumpulkan di sekretariat redaksi," kata Irfan saat memberikan pidato sambutan, Kamis (14/7/2022).  

Ia menceritakan, setelah amplop-amplop itu terkumpul, mulai ada pemikiran menggunakan isi amplop itu untuk membantu orang yang membutuhkan. Ada staf, office boy dan security Republika yang sakit, mereka dibantu dengan dana yang terkumpul di sekretariat Republika tersebut.

 

Kemudian tercetus oleh para pendiri Republika zaman itu untuk meluaskan pola kerja membantu ini dengan melibatkan masyarakat umum. Akhirnya diumumkan ke masyarakat, dan menawarkan kepada publik yang mau membantu saudara-saudaranya yang kurang beruntung.

Ia menjelaskan, disampaikan juga bahwa para pendiri Republika di zaman itu siap menampungnya. "Maka dibukalah dompet sumbangan yang kemudian diberi nama Dompet Dhuafa, kemudian masuk sumbangan masyarakat, dilaporkan terus setiap hari siapa saja yang berdonasi, dilaporkan juga donasi itu digunakan untuk apa saja, untuk membantu orang yang sakit, membantu orang yang putus sekolah, membantu membangun rumah sakit, dan seterusnya," ujarnya.

Irfan mengatakan, akhirnya kegiatan membantu ini mendapatkan sambutan yang luar biasa dari publik. Sekarang Dompet Dhuafa sudah jauh lebih besar. Kerja-kerja Dompet Dhuafa juga menjadi satu tren dan melahirkan banyak lagi filantropi Islam yang lain, hingga Dompet Dhuafa mewarnai filantropi Islam di Indonesia.

"Sekarang (dalam seminar ini) ingin dicek lagi, kita ingin sama-sama mereview keberadaannya (filantropi Islam) bermaslahat atau tidak, masih bisa dipercaya atau tidak untuk mengelola dana masyarakat," ujar Irfan.  

Seminar bertema "Masihkah Filantropi Islam Bisa Dipercaya?" dihadiri Ketua Forum Zakat (FOZ) sekaligus Direktur Komunikasi dan Aliansi Strategis Dompet Dhuafa, Bambang Suherman. Kemudian Kepala Subdirektorat Akreditasi dan Audit Lembaga Zakat Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama, Muhibuddin dan Pimpinan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Nadratuzzaman Hosen.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement