Kamis 26 Nov 2020 00:10 WIB

Radikalisme Kanan-Kiri Menguat, MUI Usung Islam Wasathiyah

KH Ma'ruf Amin menyampaikan pentingnya pengarusutamaan Islam wasathiyah.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Reiny Dwinanda
Wakil Presiden sekaligus ketua umum Majelis Ulama Indonesia KH Maruf Amin (tengah) menyebut, komitmen untuk tetap menjadikan Islam wasathiyah sebagai cara berpikir, bersikap, dan bertindak harus tetap menjadi pedoman dalam setiap kiprah MUI di masa yang akan datang.
Foto: ANTARA/Fakhri Hermansyah
Wakil Presiden sekaligus ketua umum Majelis Ulama Indonesia KH Maruf Amin (tengah) menyebut, komitmen untuk tetap menjadikan Islam wasathiyah sebagai cara berpikir, bersikap, dan bertindak harus tetap menjadi pedoman dalam setiap kiprah MUI di masa yang akan datang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin menyampaikan pidato dalam pembukaan Musyawarah Nasional (Munas) MUI ke-19 di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu (25/11). Di momen tersebut, Kiai Ma'ruf mengingatkan dan menegaskan bahwa Islam wasathiyah telah menjadi landasan kerja pengurus MUI periode 2015-2020.

"Kita bersyukur karena Munas ke-9 MUI tahun 2015 telah menetapkan Islam wasathiyah sebagai platform atau landasan kerja pengurus MUI periode 2015-2020," kata Kiai Ma'ruf saat menyampaikan pidato di pembukaan Munas MUI ke-10, Rabu (25/11).

Baca Juga

Kiai Ma'ruf yang juga wakil presiden Indonesia ini menyampaikan, selama lima tahun terakhir, Dewan Pimpinan MUI manjadikan keputusan Munas 2015 tersebut sebagai manhaj MUI dalam berpikir, bersikap, dan bertindak atau dalam ber[ikir dan bergerak (fikrah dan harakah).

Menurut Kiai Ma'ruf, pengarusutamaan Islam wasathiyah dipandang sebagai sebuah kebutuhan mendesak. Hal itu penting seiring dengan kuatnya indikasi terus menguatnya radikalisme di masyarakat, baik radikalisme kiri maupun radikalisme kanan.

Kiai Ma'ruf menjelaskan, radikalisme kiri merupakan gerakan liberalisme dan sekularisme dalam beragama. Sedangkan radikalisme kanan merupakan gerakan radikalisme dalam beragama dan terorisme berkedok agama.

Wasathiyah, menurut Kiai Ma'ruf, adalah cara berpikir, bersikap dan bertindak secara moderat, tidak berlebihan (ifrathi) dan tidak juga berlaku masa bodoh (tafrithi).

"Dan wasathiyah itu adalah cara berpikir yang tidak terlalu rigid (tasyaddudi) dan tidak terlalu longgar atau permisif (tasahuli). Oleh karena itu, sikap wasathiyah adalah sikap yang moderat (tawassuth) di antara dua ekstrem (tatharrufaini)," ujarnya.

Kiai Ma'ruf menegaskan, komitmen untuk tetap menjadikan Islam wasathiyah sebagai cara berpikir, bersikap, dan bertindak harus tetap menjadi pedoman dalam setiap kiprah MUI di masa yang akan datang. Kiai Ma'ruf mewakili segenap pimpinan dan pengurus MUI menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah bekerja sama dengan MUI dalam merealisasikan berbagai program kegiatan serta semua pengurus MUI yang selama ini telah berkhidmat dan berjuang di MUI.

"Dan di pengujung masa bakti kepengurusan ini saya sebagai ketua umum (MUI), mandataris Munas ke-9 MUI tahun 2015, memohon maaf atas segala kesalahan dan kekhilafan," ujar Kiai Ma'ruf.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement