Kamis 02 Jul 2020 22:13 WIB

Wapres Ajak Ulama Hilangkan Bahaya Covid-19

Menghilangkan bahaya Covid-19 ini adalah kewajiban, minimal fardlu kifayah.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Muhammad Fakhruddin
Wakil Presiden Ma
Foto: KIP/Setwapres
Wakil Presiden Ma

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengajak peran dan tanggung jawab ulama untuk menghilangkan bahaya yang diakibatkan pandemi Covid-19. Wapres mengatakan, pandemi Covid-19 tidak hanya berdampak ke kesehatan masyarakat tetapi kini juga masalah sosial dan perekonomian.

Karena itu, tugas yang dihadapi saat ini bukan hanya menghilangkan virusnya tetapi juga sosial dan ekonomi. "Karena itu bagi kita para ulama menjadi sesuatu tanggung jawab yang harus kita ambil peran untuk menghilangkan dhoror (bahaya) ini, paling tidak, kita bisa ikut berperan memperkecil kerusakan dan bahayanya supaya tidak berdampak lebih luas," kata Ma'ruf saat menghadiri virtual peringatan Haul ke-49 KH Abdul Wahab Chasbullah, Kamis (2/7).

Ma'ruf menerangkan, menghilangkan bahaya Covid-19 ini adalah kewajiban, minimal fardlu kifayah. Bahkan, hukumnya bisa menjadi fardlu ain jika kondisi sudah sangat parah.

"Menghilangkan dua dharar ini adalah kewajiban, minimal fardlu kifayah, harus dihilangkan apapun bentuknya, kelaparan, kemiskinan, penyakit, kesulitan ekonomi, minimal kata ulama hukumnya fardu kifayah bahkan bisa fardlu lain kalau sampe keadaan sudah parah sekali," kata Ma'ruf.

Ma'ruf mengatakan, bahaya yang diakibatkan dari Covid-19 ini, tidak hanya menimpa Indonesia tetapi berbagai negara di dunia. Selain kesehatan, dampak sosial akibat Covid-19 telah membuat jumlah orang miskin bertambah karena kehilangan pekerjaan maupun tidak adanya kegiatan saat pembatasan sosial.

Selain itu, Covid-19 menyebabkan ekonomi Indonesia dan negara di dunia juga terpuruk. "Bahkan pertumbuhan ekonomi kita kuartal kedua tahun ini yang semula diperkirakan ancar-ancar lebih dari empat persen ternyata hanya tumbuh 2,9 persen, bahkan di kuartal ketiga ini diperkirakan minus antara 0,5-0,1. Tetapi negara-negara lain ada yang lebih parah, ada yang sampai minusnya 5-7 bahkan ada yang lebih dari 10 minus," kata Ketua umum Majelis Ulama indonesia (MUI) nonaktif itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement