Senin 29 Jun 2020 01:47 WIB

Dukung LGBT, MUI: Harusnya Unilever Lebih Bijak

Unilever telah memancing antipati masyarakat, khususnya Muslim. 

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Agus Yulianto
Sejumlah massa yang tergabung dalam Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Bandung Raya melakukan aksi unjukrasa tolak LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender). (Ilustrasi)
Foto: NOVRIAN ARBI/ANTARA FOTO
Sejumlah massa yang tergabung dalam Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Bandung Raya melakukan aksi unjukrasa tolak LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender). (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyalahkan keputusan Unilever untuk mendukung kaum LGBT. Ketua Komisi Ekonomi MUI, Azrul Tanjung mengatakan, kampanye pro-LGBT yang digaungkan perusahaan asal Amsterdam itu sangat keliru. 

Menurut Azrul, sebagai perusahaan raksasa di negara-negara Muslim, termasuk Indonesia, seharusnya Unilever dapat lebih bijak. Dengan kampanye pro-LGBT yang mulai dipublikasikan sejak 19 Juni lalu, Azrul mengganggap, Unilever telah memancing antipati masyarakat, khususnya Muslim. 

“Unilever seharusnya bisa memahami bahwa bisnis mereka itu sangat besar di negara negara muslim, termasuk Indonesia. Jadi mereka seharusnya tidak memancing hal-hal yang membuat orang jadi antipati,” ujar Azrul kepada Republika, Ahad (28/6). 

“LGBT adalah persoalan yang memang jelas dilarang di mata agama, tidak hanya Islam tapi juga agama agama lain. Saya kira Unilever seharusnya berhati-hati dan bijak sebelum mengkampanyekan hal sensitif seperti ini,” sambungnya. 

Azrul juga menganggap, tidak adanya relevansi antara Unilever, sebagai produsen perawatan tubuh terbesar, dan LGBT. Menurut dia, sebaiknya Unilever tidak mengkampanyekan hal diluar rubrik bisnis mereka. 

“Saya tidak melihat relevansi antara bisnis Unilever dengan LGBT. Kampanye ini justru akan berdampak pada bisnis mereka, karena bisa melahirkan antipati khususnya konsumen Muslim bahkan juga masyarakat luas,” kata Azrul. 

Dia juga berpendapat, jika Unilever terus melanjutkan kampanye pro-LGBT mereka, maka bukan tidak mungkin jika gerakan boikot Unilever akan semakin besar. Dia juga tidak memungkiri, akibat kampanye ini, posisi Unilever sebagai perusahaan terbesar akan segera tergeser. 

“Jika Unilever tetap mengkampanyekan dukungannya kepada LGBT, bukan tidak mungkin gerakan boikot itu dilakukan di Indonesia karena Muslim indonesia sangat besar, dan kita negara yang beragama dan tentu anti dengan gerakan seperti itu,” tegasnya. 

“Kita akui Unilever ini memang perusahaan terbesar tapi bukan berarti kita tidak bisa beralih ke produk lain, nah sekarang kesempatan bagi produk lain untuk mengambil posisi,” sambung Azrul. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement