Rabu 29 Jun 2022 01:14 WIB

Film tentang Serangan Masjid di Selandia Baru Dilarang

Selandia Baru Larang Film yang Tampilkan Serangan Masjid 15 Maret

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Muhammad Hafil
They Are Us, film tentang serangan teroris di Masjid Christchurch, Selandia Baru
Foto: About Islam
They Are Us, film tentang serangan teroris di Masjid Christchurch, Selandia Baru

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Bagian kedua dari film dokumenter “The Three Faced Terrorist” yang menggunakan cuplikan dari serangan Masjid 15 Maret telah dilarang dan diklasifikasikan sebagai tidak pantas. Hal itu berdasarkan pada keputusan sementara yang dikeluarkan oleh Kepala Lembaga Sensor Film Selandia Baru, Rupert Ablett-Hampson.

Pada Februari, bagian pertama dari film itu juga telah dilarang. Kini, bagian kedua dengan durasi 33 menit itu telah dirilis dan kembali menggunakan cuplikan ekstensif dari live streaming serangan 15 Maret di masjid Al-Noor di Christchurch, Selandia Baru.

Baca Juga

Ini termasuk klip yang diedit dari liputan berita dan wawancara yang disiarkan segera setelah serangan, disertai dengan sulih suara yang mengklaim bahwa serangan itu dibuat-buat.

“Saya menyesalkan dirilisnya film ini yang hanya mengulang kepedihan keluarga dan teman-teman dari korban tewas dalam serangan masjid 15 Maret di Christchurch,” kata Rupert Ablett-Hampson seperti dilansir dari Scoop, Selasa (28/6/2022).

“Video itu menggunakan rekaman ekstensif pembunuhan para jamaah di masjid-masjid pada 15 Maret untuk menyebarkan informasi yang salah yang mengklaim serangan itu tidak terjadi, yang pasti sangat menyakitkan bagi mereka yang kehilangan orang yang dicintai,” tambah dia.

Dia mengatakan bahwa dirinya telah bertindak dan melarang publikasi film tersebut, karena menampilkan kekejaman, kekerasan ekstrim dan merendahkan martabat, tidak manusiawi dan merendahkan korbannya.

“Sangat penting untuk membuat keputusan sementara ini agar publik mengetahui bahwa materi ini tidak pantas menurut hukum Selandia Baru. Warga Selandia Baru tidak boleh terlibat dengan konten ini, dan mereka harus melaporkannya ke Departemen Dalam Negeri jika mereka melihatnya. Mengunduh, membagikan, dan melihatnya adalah pelanggaran, dan kami telah memberi tahu lembaga penegak hukum tentang keputusan kami,” jelas Ablett-Hampson

Larangan publikasi tidak secara otomatis berarti bahwa setiap gambar atau ekstrak pendek darinya juga dilarang. Namun, klip yang diedit, tangkapan layar, atau foto yang diambil dari video lengkap yang menggambarkan adegan kekerasan, cedera atau kematian, atau yang mempromosikan terorisme, mungkin juga ilegal.

 

Sumber

 https://www.scoop.co.nz/stories/PO2206/S00216/acting-chief-censor-bans-video-featuring-the-march-15-mosque-attacks.htm

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement