Fahri Hamzah Jamin UU MD3 Ditujukan untuk Eksekutif

UU MD3 bukan untuk rakyat yang melakukan kritik kepada DPR RI.

Rabu , 21 Mar 2018, 08:08 WIB
Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menerima delegasi Gerakat Kebangkitan Indonesia (GKI) yang dipimin bekas wagub DKI Prajitno.
Foto: DPR RI
Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menerima delegasi Gerakat Kebangkitan Indonesia (GKI) yang dipimin bekas wagub DKI Prajitno.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Fahri Hamzah menjamin Pasal 73 pada UU MD3 No. 2 Tahun 2018, bukan untuk rakyat yang melakukan kritik kepada DPR RI. Tetapi, pasal tersebut ditujukan untuk eksekutif.

"Itu pasal untuk pejabat (setiap orang), bukan untuk rakyat," tegas Fahri saat menerima delegasi Gerakat Kebangkitan Indonesia (GKI) yang dipimin bekas wagub DKI Prajitno di Ruang Kerjanya Lantai 4 Gedung Nusantara III DPR RI, Selasa (20/3) lalu, seperti dalam siaran persnya.

Maksud kedatangan delegasi GKI ke DPR RI, ingin menyampaikan petisi terkait dengan diundangkannya UU MD3. Petisi ini, menurut Prijanto berangkat dari adanya kegelisahan karena ada norma yang dicantum dalam UU tersebut, yakni Pasal 73 yang menyatakan bahwa DPR dapat memanggil setiap orang dengan menggunakan Kepolisian Republik Indonesia jika yang bersangkutan tidak hadir dalam rapat DPR.

Belum usai Prijanto menyampaikan petisi, Fahri langsung menjelaskan panjang lebar bahwa soal Pasal 73 itu untuk pejabat pemerintah atau eksekutif, bukan untuk masyarakat yang kritis kepada DPR.

"Saya mau klirkan ini biar tuntas. Ini (kata setiap orang yang ada di Pasal 73) hanya salah tafsir saja. Sebetulnya itu ditujukan ke mitra kerja DPR," ucapnya lagi.

Sebab akhir-akhir ini, lanjut Fahri mengungkapkan, banyak pejabat yang tidak mau hadir jika diundang rapat oleh DPR. Contohnya, KPK yang menolak dipanggil dengan alasan bersifat independen, begitu pula Menteri BUMN yang tidak pernah memenuhi undangan DPR.

"Padahal, setiap lembaga negara yang anggarannya dibiayai oleh APBN, wajib datang jika dipanggil DPR sebagai badan pengawas pemerintah," tambahnya.

Sebetulnya, menurut Anggota DPR dari Nusa Tenggara Barat (NTB) itu, DPR itu harus diliberasi dari kungkungan eksekutif. Bila perlu seperti di Amerika Serikat, di mana parlemennya bisa men-shutdown pemerintahannya.

Oleh karena itu, Fahri mengajak GKI untuk bekerja sama memberi sesuatu yang lebih besar kepada bangsa Indonesia "Kalau saya lihat, GKI ini digroup WA-nya hari-harinya selalu mikirin rakyat, sementara pejabat nggak pernah mikir," sebutnya.