Kontroversial UU MD3, BK DPR Minta Masyarakat Tabayyun

Masyarakat diminta memiliki pemahaman secara utuh terkait UU MD3.

Jumat , 09 Mar 2018, 09:58 WIB
BK DPR menerima anggota DPRD Bengkulu.
Foto: DPR RI
BK DPR menerima anggota DPRD Bengkulu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Penelitian Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (BK DPR RI) Indra Pahlevi meminta masyarakat untuk melakukan tabayyun atau kroscek terhadap pasal-pasal di dalam Undang-Undang (UU) MD3 yang dianggap kontroversi dan mencederai demokrasi. Ini dilakukan agar masyarakat dapat memiliki pemahaman yang utuh terkait hal tersebut.

“Harus bertabayyun, kroscek. Kita pahami bahwa informasi itu tidak bisa sepenuhnya komperehensif disampaikan, tetapi masyarakat juga harus cerdas untuk memilih dan memilah dan mencari tahu lebih dalam terhadap informasi yang dinilai kontroversial, apakah benar seperti itu, apakah begini apakah begitu sehingga pemahamannya itu tidak setengah-setengah,” ujarnya usai menerima anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bengkulu Kamis (8/3) lalu, seperti dalam siaran persnya.

Dalam kesempatan tersebut, Indra menjelaskan pasal-pasal yang dinilai mencederai demokrasi menurut Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Provinsi Bengkulu adalah pasal 73 terkait pemanggilan paksa. Serta pasal 122 soal pengambilan langkah hukum terhadap perseorangan, kelompok orang atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.

Terkait beberapa pasal kontroversial di dalam UU MD3 tersebut, Indra memaparkan bahwa DPR RI sebagai lembaga tinggi negara, tentu harus dijaga kehormatannya. Ketentuan pasal-pasal itu sebetulnya dalam upaya untuk menjaga kehormatan DPR RI sebagai lembaga negara, tetapi DPR juga sebenarnya memberikan ruang, apabila ada anggota DPR melakukan tindak pidana di luar kapasitasnya sebagai anggota DPR.

“Artinya tidak serta merta semua anggota DPR itu terlindungi oleh semua hal yang dilakukannya, kecuali yang bersangkutan melaksanakan tugas sebagai anggota DPR yang tentu harus dijaga kehormatannya. Itu yang harus saya sampaikan,” ungkapnya.

Lebih lanjut Indra juga menjelaskan, bahwa DPR juga bekerja dalam sistem yang sudah terintegrasi.  UU dibahas bersama dengan pemerintah. Sehingga apa yang disampaikan DPR tentu juga pemerintah ikut mengetahui dan membahasnya.

“Hanya  memang ada beberapa hal yang namanya dinamika politik dalam proses politik tidak sepenuhnya masyarakat paham dan tahu,” ujarnya.

Indra  juga menjelaskan beberapa faktor yang harus menjadi perhatian agar informasi terkait UU yang dibahas dan disetujui DPR dapat tersampaikan secara utuh kepada masyarakat. Menurut Indra, pola komunikasi yang harus diperhatikan misalnya ada salah satu UU yang dibahas dalam mekanisme rapat dengar pendapat umum. Maka media memiliki peranan penting dalam mengkomunikasikannya secara substansi, terkait apa saja yang menjadi perdebatannya. Baik itu melalui media internal DPR RI maupun media mainstream lainnya.