Pansus RUU Pemilu Kecewa Pengaturan Keterwakilan Perempuan

Selasa , 06 Jun 2017, 17:45 WIB
Anggota Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyelenggaraan Pemilu Hetifah Sjaifudian.
Foto: dpr
Anggota Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyelenggaraan Pemilu Hetifah Sjaifudian.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Upaya aktivis perempuan untuk mendorong pencalegan perempuan di nomor urut satu di 30 persen daerah pemilihan (dapil) menemui “jalan terjal”. Pansus RUU Pemilu memutuskan agar pencalegan perempuan masih sama seperti diatur dalam Undang-undang Pemilu sebelumnya yaitu dalam nomor urut satu sampai tiga memuat setidaknya satu caleg perempuan.

 

Anggota Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang (Pansus RUU) dari Fraksi Partai Golkar mengatakan sejauh ini Pansus RUU Pemilu mengambil tiga opsi untuk mengatur keterwakilan perempuan. Namun sayangnya hasil keputusan Pansus RUU Pemilu dinilai kurang berpihak pada keterwakilan perempuan

"Kami sebelumnya sudah mendapat banyak masukan dari para aktivis perempuan berbagai kalangan bagaimana upaya untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di politik melalui pengaturan-pengaturan yang pro perempuan dalam RUU Pemilu ini”, kata Hetifah, dalam siaran persnya di Jakarta, Selasa (6/6).

Ketiga opsi keterwakilan perempuan yang dibahas di Pansus RUU Pemilu pada Senin (5/6) adalah, pertama  pengaturan yang ada saat ini, yaitu minimal satu perempuan di antara tiga calon legislatif (caleg). Kedua, Zipper System murni yaitu pencalegan 50 persen laki-laki dan 50 persen perempuan.

"Artinya, nomer urut ‘selang-seling’, misalnya nomor urut satu laki-laki, nomer urut dua perempuan dan seterusnya," ujar Hetifah.

Opsi ketiga, calon perempuan ditempatkan nomor urut satu di 30 persen dari seluruh dapil. Namun pada rapat Pansus RUU Pemilu menyepakati opsi pertama. Oleh karena itu Hetifah sangat menyayangkan keputusan ini. Menurutnya pengaturan keterwakilan perempuan di dalam UU Pemilu “Jalan di tempat”.

Politikus perempuan Partai Golkar ini menyampaikan bahwa partainya berkomitmen mendukung keterwakilan perempuan. Kata Hetifah, sejak awal, di Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Fraksi Golkar mendukung perempuan ditempatkan di nomor urut satu di 30 persen total jumlah dapil.

Hetifah menyadari betapa beratnya memperjuangkan aspirasi perempuan. Dia pun berharap agar partai politik tetap memberi perhatian dalam pencalegan pada Pemilu 2019 nanti. “Ini sudah menjadi keputusan politik Pansus RUU Pemilu. Ke depan saya berharap agar parpol tetap mendukung keterwakilan perempuan,” ujarnya.

Selain masalah pengaturan keterwakilan perempuan dalam RUU Pemilu, Hetifah juga menyayangkan tidak adanya calon anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) usulan DPR dari unsur perempuan.

Sejauh ini menurutnya sudah ada empat orang calon DKPP yang melaksanakan rapat dengar pendapat dengan Komisi II, dan semua laki-laki. "Tidak ada perempuan." ujarnya.