DPR Minta Holding BUMN Perlu Keterlibatan Pengawasan DPR

Senin , 20 Nov 2017, 18:38 WIB
 Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Hendrawan Supratikno.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Hendrawan Supratikno.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Hendrawan Supratikno menilai PP 72 Tahun 2016 tentang Holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tetap perlu dimasukan keterlibatan DPR dalam unsur pengawasan. Ia menilai dengan adanya unsur fleksibilitas dalam PP Holding BUMN tersebut maka berpotensi menghilangkan keterlibatan DPR.

"Ini juga soal kosistensi UU No 19 Tahun 2003 tentang BUMN, kita menyadari di satu pihak badan usaha milik negara di tengah globalisasi dan persaingan luar biasa saat ini membutukan fleksibilitas yang sangat tinggi," ujar Hendrawan, Senin (20/11).

Hendrawan menjelaskan pihak Komisi VI dan Komisi IX juga masih melakukan kajian dan kritis atas PP 72 Tahun 2016 ini. Namun ia tak menampik jika membutuhkan fleksibilitas untuk menarik investor.

Namun ia menilai, jangan sampai fleksibilitas itu mengurangi kapasitas Parlemen dalam melakukan kontrol terhadap sumber daya yang dimiliki BUMN. Sebab, bagaimana pun BUMN merupakan instrumen penting yang harus dimiliki pemerintah.

Hendrawan sendiri tidak menutup kemungkinan akan terjadinya penguasaan asing terhadap BUMN yang statusnya dijadikan anak usaha, seperti Antam, Bukit Asam dan Timah.

"Itu konsekuensi dari holdingisasi. Ya paling tdak kita sadar, dan karena sadar akan itu makanya kita antisipasi dengan baik," ujar Hendrawan.

Ia berharap meski pemerintah hendak membuat kebijakan untuk menyelamatkan BUMN sebagai entitas negara. Namun, ia berharap jangan sampai kebijakan tersebut malah merugikan negara kedepannya.

"Kehadiran negara di tengah-tengah rakyat dapat dirasakan apabila BUMN berkiprah dengan benar," pungkasnya.