Pemerintah Diminta Perhatikan Porsi Utang RAPBN 2018

Senin , 04 Sep 2017, 13:08 WIB
Hutang Luar Negeri. Pekerja mengerjakan pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Rabu (20/8).(Republika/ Wihdan)
Foto: Republika/ Wihdan
Hutang Luar Negeri. Pekerja mengerjakan pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Rabu (20/8).(Republika/ Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR RI Refrizal mengingatkan pemerintah agar memperhatikan jumlah utang dalam RAPBN 2018 yang dinilai dapat menjadi semakin membebani anggaran negara dari tahun ke tahun. Politisi PKS itu juga berpendapat bahwa defisit pada tahun 2015 dan 2016 tidak terencana dengan baik yang terindikasi dari adanya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) pemerintah cukup besar yang berturut-turut mencapai Rp 24 triliun dan Rp 26 triliun. Besarnya Silpa berarti negara merugi karena sudah berutang tetapi tidak menggunakan utang tersebut untuk pembangunan.

"Perlu diperhatikan bahwa beban pembayaran bunga utang pada RAPBN 2018 jauh lebih tinggi dibanding belanja subsidi dan belanja fungsi perlindungan sosial yang hanya sebesar Rp172 triliun dan Rp162 triliun," kata Refrizal dalam rilis, Jumat.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan penambahan utang pemerintah digunakan untuk sumber pembiayaan pembangunan di berbagai bidang yang dapat meningkatkan produktivitas nasional.

"Utang merupakan 'tactical investment' untuk apa yang dibutuhkan Indonesia. Investasi untuk manusianya, investasi infrastruktur untuk meningkatkan mobilitas masyarakat dan mengembangkan sektor keuangan menjadi makin memiliki ketahanan," kata Sri Mulyani dalam diskusi media di Jakarta, Kamis (27/7).

Sri Mulyani mengatakan penambahan utang pada periode 2015-2017 digunakan untuk belanja pemerintah yang lebih agresif terutama infrastruktur, perlindungan sosial, dana alokasi khusus fisik, dan dana desa. Menkeu juga memastikan bahwa utang pemerintah akan selalu dikelola secara berhati-hati dengan mengedepankan tata kelola yang berlaku.

Sumber : antara