'Berantas Saracen Hingga Aktor Intelektual'

Senin , 28 Aug 2017, 16:31 WIB
Ketua Komisi I DPR RI, Abdul Kharis Almasyhari.
Foto: Dok Humas DPR RI
Ketua Komisi I DPR RI, Abdul Kharis Almasyhari.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fakta kehadiran Jaringan pembuat dan penyebar konten hoaks dan isu suku, agama, ras, dan antar-golongan (SARA), Saracen, dinilai sebagai salah satu ancaman siber yang serius. Pasalnya, kelompok Saracen ditengarai tidak hanya menyerang satu agama saja, tetapi menyerang berbagai pihak termasuk pemerintah dengan teknik adu domba yang sistematis.

Ketua Komisi I DPR RI, Abdul Kharis Almasyhari, mengatakan kegiatan kelompok Saracen yang menyebarkan konten SARA dan hoaks merupakan tindakan penggunaan kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk hal yang bersifat negatif, yang membawa dampak negatif berupa potensi munculnya konflik SARA. Apalagi negara Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai suku, agama, ras, dan antar-golongan.

 

“Tindakan kelompok Saracen berpotensi mengancam keutuhan NKRI dan tatanan kehidupan masyarakat yang mengusung Bineka Tunggal Ika. Oleh karena itu mereka harus diberantas dengan tegas sampai ke aktor intelektual yang ada di belakangnya,” ujar Kharis dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Senin (28/8).

“Merujuk data di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), untuk pengaduan konten negatif terkait SARA dan kebencian, pornografi dan hoaks menempati urutan tertinggi pengaduan konten negatif,” kata dia lagi.

 

Kemenkominfo selama periode 1 Januari hingga akhir Juli 2017 telah menerima surat elektronik (surel) yang berisi pengaduan konten negatif. Kategori SARA, kebencian, pornografi, dan hoaks menempati tiga urutan tertinggi pengaduan konten negatif. Konten SARA mencapai puncak tertinggi pada Januari 2017 dengan 5.142 aduan. Sementara itu, media sosial yang berbau pornografi berjumlah 9.000 lebih dan konten hoaks sekitar 6.632.

 

Kharis melihat, fenomena yang terjadi harus dipahami seperti gunung es, artinya angka-angka tersebut adalah yang muncul di permukaan. Yang tak terlihat justru lebih mengerikan lagi. Bahkan dia yakin masih banyak kelompok-kelompok seperti Saracen yang belum tersentuh, apalagi menjelang pilkada 2018 dan pemilu 2019.

 

Kharis mengatakan perkembangan TIK memiliki dua sisi yang saling bertolak belakang. Di satu memberikan manfaat positif yang dapat membantu dan memajukan kehidupan manusia, namun di sisi lain, memberikan dampak negatif yang justru akan merusaknya.

Komisi I DPR RI memiliki komitmen agar masyarakat terlindungi dari konten negatif termasuk di dalamnya konten penyebar SARA. Wujudnya, dalam berbagai kesempatan Rapat Kerja Komisi I DPR RI dengan Menkominfo.

 

Komisi I DPR RI meminta pemerintah menindak tegas penyebar konten negatif sekaligus meningkatan literasi media terkait bahaya penayangan konten negatif. Dia menyebut adalah tugas pemerintah untuk melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyebaran konten negatif dan berita palsu. Peningkatan literasi media juga perlu dilakukan okeh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi Informasi Publik (KIP) dan Dewan Pers.

Politikus dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengimbau masyarakat lebih waspada terhadap konten baik yang tersaji di media masa maupun media sosial. Berita yang tersaji, kata Kharis, harus difilter sebaik mungkin dengan melakukan cek dan kroscek dari berbagai sumber dan fakta yang ada. "Termasuk agar tidak terpancing melakukan stigmatisasi dan menggeneralisir bahwa aksi kelompok Saracen ini terkait dengan sikap politik umat Islam,” ujar politikus asal daerah pemilihan (dapil) Jawa Tengah itu.