DPR: UU JPH Harus Tetap Jalan

Rabu , 23 Nov 2016, 13:10 WIB
Produk dengan label halal. ilustrasi (Republika/Prayogi).
Foto: Republika/Prayogi
Produk dengan label halal. ilustrasi (Republika/Prayogi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ombudsman menyarankan untuk menunda penerapan Undang-undang Jaminan Produk Halal (UU JPH). Namun, Komisi VIII DPR RI menegaskan UU tersebut harus tetap dijalankan tanpa alasan.

Wakil Ketua Komisi VIII Sodiq Mujahid mengatakan pemerintah harus tetap menjalankan UU JPH sesuai dengan batas waktu yang ditentukan. "Jika mereka melewati deadline yang telah ditentukan maka DPR akan surati presiden dan meminta penjelasan alasan keterlambatan penerapannya," jelas dia kepada Republika, Rabu (23/11).

Menurut Sodiq, tidak ada alasan bagi pemerintah untuk menunda penerpaan UU JPH. Jika memang tersandung masalah dengan keberatan pihak lain dan tidak dapat menemukan jalan keluar, maka Kemenag dapat meminta dan lapor kepada presiden.

Selain UU JPH, hingga saat ini Kemenag juga masih belum selesai membahas masalah BPKH. Kemenag harus lebih bekerja keras untuk berkoordinasi dengan berbagai pihak agar dua undang-undang tersebut dapat dijalankan.

Anggota Komisi VIII DPR RI Ledia Hanifa Amalaia mengatakan saran dari ombudsman itu merupakan hal yang wajar. Karena hampir semua respon pemerintah sangat lambat terhadap amanat undang-undang yang telah dibuat.

"Bukan hanya UU JPH saja yang direspon lambat. Apakah dengan begitu semua UU yang lambat direspon pemerintah harus ditunda? Bagaimana dengan esensi kewajiban pemerintah memberikan jaminan kehalalan bagi masyarakat muslim sebagai bagian dari keabsahan ibadahnya?" Jelas dia.

Meski demikian, Ledia berterima kasih kepada Ombudsman yang telah memberikan peringatan kepada pemerintah lebih awal. Ledia menyarankan agar amanah UU JPH tetap dijalankan. Karena koordinasi itu baru bisa dievaluasi ketika telah berjalan.

Ledia khawatir jika UU JPH tidak dijalankan sama saja dengan mengabaikan hak beribadah umat Muslim. Sedangkan setiap warga negara dijamin hak pelaksanaan ibadahnya oleh negara.

Pemerintah harus dapat menjadikan teguran ombudsman untuk memacu kerja dan berkoordinasi dengan pihak terkait. Selain ombudsman, Komisi VIII DPR RI telah berkali-kali mengingatkan tetapi direspons dengan lambat